Senin, 04 Januari 2010

Mewujudkan Keamanan Di Zaman Serba Tak Aman


Bagian 1
Sambutan dari Kantor Berita
“WA AIDDU”

Segala puji bagi Alloh, sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rosululloh. Segala puji bagi Alloh yang telah memberi kami kemudahan untuk bergabung di bawah bendera Batalyon Jihad Media. Segala puji bagi Alloh yang telah memberi kami kemudahan untuk menerbitakan karya ini, yang karya itu merupakan hasil dari sebuah persatuan yang penuh berkah. Kami memohon kepada Alloh agar Dia memberi kemudahan kepada seluruh rekan-rekan mujahidin untuk bersatu di bawah bendera yang sama. Sebab diriwayatkan dari Abdulloh bin Mas‘ud RA bahwa Rosululloh n bersabda:
( يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَيْكُمْ بِالطَّاعَةِ وَاْلجَمَاعَةِ، فَإِنَّهَا حَبْلُ اللهِ الَّذِيْ أَمَرَ بِهِ، وَإِنَّ مَا تَكْرَهُوْنَ فِي اْلجَمَاعَةِ خَيْرٌ مِمَّا تُحِبُّوْنَ فِي اْلفُرْقَةِ )
“Wahai manusia, hendaknya kalian bersikap taat dan berjamaah, karena jamaah adalah tali yang Alloh perintahkan untuk memegangnya, dan sesungguhnya apa yang kalian benci dalam berjamaah itu lebih baik daripada apa yang kalian sukai dalam perpecahan.” (HR. Thobroni).
Semoga sholawat dan salam tercurahkan selalu kepada Nabi Muhammad, kepada keluarga dan seluruh sahabat beliau.


MUKADDIMAH

Berangkat dari firman Alloh Ta‘ala: “…dan siap siagalah kamu…” (QS. An-Nisa’: 102), maka Batalyon Jihad Media mempersembahkan buku yang berjudul: Mausu‘ah Amniyah ini di hadapan antum, dengan format yang ringkas namun tidak mengurangi makna. Alloh Ta‘ala telah memberi kami kemudahan untuk mengumpulkan materi-materi ini dengan sedikit adaptasi di sana-sini, bersandar kepada Kitab Alloh, Sunnah Rosul-Nya n, sunnah para Salaf serta Ahluts Tsughur yaitu para mujahidin yang berjihad dengan tulus –nahsabuhum wallohu hasiibuhum—; di antaranya adalah dari catatan-catatan materi Amniyah tulisan Abu Zubaidah, beberapa situs jihad, ditambah dengan berbagai hasil diskusi dengan ikhwan-ikhwan di mailing list.
Satu hal yang tak diragukan bahwa karya ini jelas terbatas dan belum lengkap, tetapi kami memohon kepada Alloh agar sudi menerimanya dari kami sebagai amalan yang ikhlas karena mengharap wajah-Nya yang Mulia. Jika nanti ada kesalahan, maka itu berasal dari diri kami dan dari setan. Tetapi jika ada yang benar, maka itu berasal dari Alloh Ta‘ala saja.
Dengan peran yang kami berikan ini, kami memotivasi kepada saudara-saudara kami untuk mempelajari ilmu tentang Amniyah dalam menempuh jalan jihad, setelah itu hendaklah antum catat bahwa tertangkap atau mati syahid itu semuanya bernilai, kalau bukan pahala maka sebagai ujian. Kami juga menganjurkan ikhwan-ikhwan untuk membaca buku atau menulis tulisan yang sekiranya bisa membantu perjalanan jihad dan mujahidin. Karena tidak ada kebaikan pada umat yang tidak mau membaca atau menulis.
Kami juga ingatkan akan sebuah hadits Rosululloh n, dari Abu `l-‘Abbas Abdulloh bin Abbas a ia berkata: “Suatu hari aku membonceng di belakang Nabi n, kemudian beliau bersabda:
(يَا غُلاَم، إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ: اِحْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، اِحْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَّنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوْا عَلَى أَنْ يَّضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ)
“Wahai anak muda, aku mengajarimu beberapa kalimat: Jagalah Alloh niscaya Dia menjagamu. Jagalah Alloh niscaya engkau mendapati-Nya (seolah) ada di hadapanmu. Jika meminta, mintalah kepada Alloh. Jika memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh. Dan ketahuilah, seandainya seluruh umat berkumpul untuk memberimu manfaat, mereka tidak akan mampu memberikan manfaat kepadamu selain apa yang telah dicatat untukmu. Dan jika mereka berkumpul untuk menimpakan marabaya kepadamu, mereka tidak akan mampu menimpakan marabahaya kepadamu selain apa yang sudah ditulis untukmu. Pena catatan telah diangkat dan lembaran-lembarannya telah kering.” (HR. Tirmizi, ia berkata: Hadits hasan shohih).
Maka, siapa yang bertawakkal kepada Alloh, tidak ada sesuatupun yang mampu membahayakannya berkat izin Alloh.
Semoga sholawat dan salam yang banyak tercurah kepada Nabi Muhammad, Sang Nabi yang murah senyum sekaligus ahli perang, juga kepada keluarga serta para sahabat beliau.
"كتيبة الجهاد الإعلامي"


BAB PERTAMA:
SECURITY DI DALAM AL-QURAN DAN SIROH

Alloh Ta‘ala berfirman:
{أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاء تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللّهُ الأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ وَمَثلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِن فَوْقِ الأَرْضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٍ}
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Alloh telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Robbnya. Alloh membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.” (QS. Ibrohim: 24 – 26)
Maksud kalimat yang baik dalam ayat ini adalah: Syahadat La Ilaaha illalloh.
Ada juga yang mengatakan, maksudnya adalah kata-kata yang baik.
Sedangkan yang dimaksud kalimat yang buruk adalah kalimat kekafiran atau ajakan kepadanya, atau perkataan dusta, atau setiap kalimat yang tidak diridhoi Alloh Ta‘ala.
Menyebarkan rahasia yang bisa membahayakan seseorang atau umat termasuk perkataan yang tidak diridhoi Alloh Ta‘ala, begitu pula setiap kata-kata yang berisi usaha untuk berbuat kerusakan, ini masuk dalam katagori kalimat yang buruk.

Menyimpan rahasia dan kewaspadaan adalah bagian dari kecerdasan

Islam mengingatkan pengikutnya agar selalu sadar dan waspada, sebagaimana disebutkan di dalam firman Alloh Ta‘ala:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ خُذُواْ حِذْرَكُمْ فَانفِرُواْ ثُبَاتٍ أَوِ انفِرُواْ جَمِيعاً}
“Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu,” (QS. An-Nisa’: 71)
Dan sebagaimana disabdakan oleh Rosululloh ‘alaihis sholatu wa `s-salam:
( اَلْمُؤْمِنُ كَيِّسٌ فَطِن).
“Orang mukmin itu cerdik dan pintar.”


Diam/ Tutup Mulut

1) Salah satu faktor kesuksesan Dakwah Islam adalah: Rosululloh n memulai secara diam-diam.
Ketika Ali a melihat Nabi n sholat bersama Khodijah, ia berkata: “Wahai Muhammad, apa ini?”
“Agama Alloh yang Dia pilih untuk Diri-Nya dan Dia utus para Rosul-Nya dengan membawanya. Maka aku menyerumu kepada Alloh saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan mengajakmu untuk beribadah kepada-Nya dan kufurilah Laata dan ‘Uzza.” Jawab Rosul.
Ali berkata: “Ini adalah perkara yang belum pernah kudengar sebelumnya, aku tidak akan mengambil keputusan sebelum kubicarakan dengan Abu Tholib.” –yakni ayahnya—.
Tetapi Rosul n tidak suka jika rahasia tentang agama ini tersebar, maka beliau berkata kepada Ali: “Ali, jika kamu tidak masuk Islam, maka rahasiakanlah hal ini.”
Ali pun melakukan perintah beliau, sebelum kemudian di keesokan harinya Ali datang dan menyatakan keislamannya serta merahasiakan hal itu di hadapan ayahnya, ia tidak menampakkannya.
2) Rosululloh n sudah menggunakan surat rahasia sebelum orang lain. Terbukti beliau pernah mengutus sebuah detasement (sariyah) beranggotakan 12 orang Muhajirin yang dipimpin oleh Abdulloh bin Jahsy Al-Asadi dalam sebuah misi pengintaian di bulan Rojab tahun 2 H. Beliau menyerahkan kepada Abdulloh bin Jahsy sebuah surat rahasia berisi perincian tugas, yaitu target sasaran, posisi pasukan dan informasi-informasi lainnya. Beliau memerintahkan agar dia tidak membuka surat tersebut sebelum ia berjalan selama dua hari.
Sejarah kehidupan Rosululloh n penuh dengan tekhnik-tekhnik keamanan yang terus berkembang seiring dengan semakin kerasnya ujian dan situasi di sekitarnya. Semakin situasi bertambah mencekam, perhatian terhadap masalah keamanan semakin meningkat, itulah yang mendorong pengambilan langkah yang efektif dan paling baik untuk menyikapi situasi seperti itu.


Siroh Nabawiyah dan Perkembangan Sisi Amniyahnya Yang Jauh ke Depan:

Pertama: Fase Mekkah
1) Fase Dakwah Sembunyi-sembunyi:
Ciri khas fase ini adalah kerahasiaan dakwah dan kerahasiaan kelompok. Artinya, ajakan untuk memeluk “Agama Baru” (Islam) dilakukan secara rahasia. Pembagian tugas, pengaturan program dan kegiatan pun juga demikian…dilakukan secara rahasia, tidak ada yang diberitahu selain orang-orang tertentu yang bersangkutan dengan tugas. Tetapi semuanya bergerak menuju satu tujuan dan di bawah kepemimpinan satu orang, yaitu Rosululloh n.
2) Fase Dakwah Terang-terangan:
Ciri khas fase ini, dakwah dilakukan secara terus terang. Akan tetapi penataan kelompok tetap dilakukan secara diam-diam. Jadi dakwah ilalloh di tengah umat manusia, kepada para kabilah, keluarga dan sanak famili, dilaksanakan secara terang-terangan, namun demikian penjalanan tugas dan hubungan antar pelaku dakwah tetap berlangsung secara rahasia, demikian juga tempat-tempat perkumpulan dan pertemuan darurat, program-program strategis, pemilihan orang yang bertugas berdakwah mengajak masuk Islam, semua ini tidak ada yang tahu selain pelaku dakwah yang bersangkutan.
Kedua: Fase Hijrah
Ini adalah fase yang singkat, keistemawaan fase ini adalah adanya strategi keamanan ala Nabi yang sangat jitu. Di fase ini sudah dipersiapkan terlebih dahulu dengan adanya Baiat Aqobah jilid satu dan dua, berlanjut dengan hijrahnya para sahabat Nabi n dan terakhir dengan hijrahnya beliau sendiri bersama sahabat tercintanya Abu Bakar Ash-Shiddiq –ridhwanulloh alaihim—.

Ketiga: Fase Madinah
Yaitu fase pembangunan sebuah negara yang solid untuk menjadi basis yang kuat sebagai markas utama dan pusat penyebaran dakwah. Fase ini terus berlangsung hingga wafatnya Rosululloh n, berarti sekitar 10 tahun, dilengkapi dengan berbagai misi perluasan wilayah dan kemenangan-kemenangannya.
Kita bisa membagi fase ini kepada tiga tahapan:
1) Tahap memperkuat basis internal , caranya dengan menempuh berbagai langkah dan pengaturan yang cukup untuk merealisasikan keamaan dari –pertama kali— serangan kaum Yahudi, berikutnya dari orang-orang munafik yang menyusup di barisan kaum Muslimin.
2) Fase pertempuran defensive, ini berjalan hingga selesainya perang Khondaq (perang parit) ketika Rosululloh n ketika itu bersabda:
(اَلآنَ نَغْزُوهُمْ وَلاَ يَغْزُوْنَنَا، نَحْنُ نَسِيْرُ إِلَيْهِمْ)
“Sekarang kita perangi mereka, bukan mereka memerangi kita. Kita akan berjalan ke tempat mereka.” (HR. Bukhori).
3) Fase perang ofensive, ini berlangsung hingga Nabi n wafat. Ciri khas fase ini adalah:
a. Terjadinya gesekan dengan orang-orang Musyrik di dalam negeri mereka; seperti pada peristiwa Hudaibiyah, Umroh Qodho’, Fathu Mekah, dan perang Hunain.
b. Perseteruan dengan kaum Yahudi dan penghancuran total basis terakhir mereka dalam perang Khoibar.
c. Peperangan melawan orang-orang Kristen dalam perang Mu’tah dan Tabuk.

Waspada Tetap Diperintahkan Ketika Kondisi Damai, Apalagi Jika Dalam Kondisi Perang, Maka Itu Lebih Wajib Dan Lebih Penting:

وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَة
“...dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus.” (QS. An-Nisa’: 102)
Kemudian:
.. وَخُذُوا حِذْرَكُمْ
“…dan siap siagalah kamu.”
Jika kalian tidak melakukannya, maka:
.. إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَاباً مُهِيناً
“Sesungguhnya Alloh telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.” (QS. An-Nisa’: 102)

Memastikan Kebenaran Informasi (Data):

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurot: 6)
Termasuk sikap orang yang jujur dan terpercaya adalah memastikan kebenaran suatu informasi sebelum menjadikannya sebagai pijakan dalam mengambil sikap dan keputusan yang tepat tentangnya, supaya tidak ada penyesalan nantinya. Penyesalan di sini menjadi salah satu akibat dari kezaliman orang lain, kezaliman itu biasanya muncul akibat sikap bodoh dan terburu-buru seseorang tanpa mengambil kesempatan sedikit pun untuk memastikan sebuah informasi dan memeriksa kebenaran pembawanya; bagaimana kejujurannya, bagaimana ketakwaan dan loyalitasnya. Maka, mengapa kita tidak mengambil pelajaran, lalu melaksanakan apa yang Alloh ‘Azza wa Jalla perintahkan?!


Berhati-hati Terhadap Merebaknya Berbagai Berita Dan Isu :

(وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلاً)
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rosul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Alloh kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu).” (QS. An-Nisa’: 83)
Maka langkah ketika banyak tersebar isu adalah: mengembalikan semua urusan kepada Ulil Amri, sebagai orang yang layak menganalisa serta menyimpulkan rahasia dan misi-misi terselebung yang ada di balik isu itu, setelah itu mengambil keputusan yang tepat tentangnya. Dengan cara ini, barisan Islam akan tetap terjaga keamanan dan ketenangannya, terjaga oleh akal fikiran para pemeluknya, dengan pembelaan dan iman mereka.

Ash-habul Kahfi: Contoh Dalam Menjaga Security, Legenda Yang Dikisahkan Setiap Hari:
(إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدىً)
“Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Robb mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” (QS. Al-Kahfi: 13)
Mereka adalah para pengusung panji keimanan di hadapan kezaliman dan tirani dari orang-orang bingung yang berhukum dengan selain yang Alloh turunkan. Mereka adalah para pemuda jujur yang bangkit menentang kezaliman dan penindasan, kemudian dengan kecerdasan dan kepandaian akalnya yang cemerlang mereka berhasil me-menej urusan keamanan diri mereka, agar dakwah dan iman mereka terlindungi. Lantas, apa sebenarnya yang mereka lakukan?!
(إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَداً)
“(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: “Wahai Robb kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (QS. Al-Kahfi: 10)
Langkah yang mereka ambil adalah berlindung ke tempat yang aman. Tapi sebelum itu, yang terpenting adalah adanya iman yang tulus kepada Alloh ‘Azza wa Jalla, mengorbankan jiwa demi dakwah kepada-Nya. Maka setelah menempuh semua sarana perlindungan diri dan pengamanan, setelah menyempurnakan semua syarat tawakkal kepada Alloh Subhanahu wa Ta‘ala, barulah mereka berlindung kepada-Nya: “Wahai Robb kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).”
Setelah semua itu, dengan apa Robb mereka yang Maha Perkasa lagi Maha Berkuasa memberi timbal balik? Alloh berfirman:
(وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ ..)
“Dan Kami meneguhkan hati mereka…” (QS. Al-Kahfi: 14)
Maksudnya: Kami kuatkan hati mereka dengan kesabaran untuk berpisah dengan keluarga dan kampung halaman, sebab mereka melakukan apa yang mesti mereka lakukan sebatas kemampuan manusia, maka Kami membantu mereka dengan pertolongan Ilahiyah, berupa penjagaan, pemeliharaan, keamanan, kelurusan dan pertolongan!
Langkah keamanan yang mereka tempuh itu bukan muncul begitu saja. Itu muncul dari sebuah kajian dan perbincangan antar mereka, yang semua telah mengorbankan jiwanya di jalan Alloh, hingga akhirnya mereka sampai pada solusi paling tepat dan keputusan yang mantab:
(وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلاَّ اللَّهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنْشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيُهَيِّئْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مِرْفَقاً)
“Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Alloh, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Robbmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.” (QS. Al-Kahfi: 16)
Karena mereka bersama Alloh dan hidup untuk dakwah yang mereka emban, maka mereka yakin bahwa Alloh lah yang akan melindungi mereka serta membutakan mata orang-orang bengis itu dan balatentaranya; “…niscaya Robbmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.” Jadi, hanya Alloh sajalah –-sejak awal hingga akhir—yang memudahkan segala urusan, Dia lah yang menjaga dan melindungi, dengan qodrat dan takdir-Nya Alloh memudahkan segala sesuatu di alam semesta ini.
Lalu tidurlah para pemuda itu di tempat tinggal barunya (di dalam gua) selama ratusan tahun.
(فَضَرَبْنَا عَلَى آذَانِهِمْ فِي الْكَهْفِ سِنِينَ عَدَداً)
“Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu.” (QS. Al-Kahfi: 11)
Kemudian Alloh Jalla wa ‘Alaa membangunkan mereka.. Setelah Alloh bangunkan mereka, berubahkah kewaspadaan dalam diri para pemuda itu dengan berlalunya waktu selama bertahun-tahun?
(وَكَذَلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ ..)
“Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri…”
(.. قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَاماً فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَداً)
“Berkata (yang lain lagi): “Robb kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun.” (QS. Al-Kahfi: 19)
Lihat, begitulah kewaspadaan, kehati-hatian dan sikap menempuh semua sarana proteksi diri dengan seteliti dan setajam mungkin, di saat yang sama terus mengusahakan tercapainya keamanan bagi dakwah dari serangan segala hal yang tak diinginkan, dengan kecerdasan dan kepandaian. Keduanya adalah sifat yang harus ada pada diri siapa saja yang berjalan di atas jalan dakwah ilalloh Subhanahu wa Ta‘ala. Kalimat-kalimat mulia dan bukti-bukti nyata di dalam ayat itu menjabarkan dengan sangat detail akan sebuah kondisi keamanan yang tidak mengenal kata meremehkan dan menunda-nunda;
(..وَلْيَتَلَطَّفْ)!..
“…dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut..!”
Maksudnya, hendaknya ia melihat dengan teliti sehingga identitas dirinya tak dikenali. Setelah itu:
(.. ولا يُشعِرَنَّ بكُم أحداً)!..
“…janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun..!”
Maksudnya, jangan ada orang lain –siapapun dia—yang mengetahui tempatmu, karena dia akan membongkarnya dan membongkar identitas kalian, setelah itu akan timbul bahaya besar. Apa bahaya besar itu?!
(إِنَّهُمْ إِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ ..)!..
“Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu (merajammu)…” (QS. Al-Kahfi: 20)
Ya…seperti itulah keadaan para thoghut yang bengis setiap zaman dan tempat.. jika mereka melihatmu, mengetahui posisimu, mengetahui keimanan dan dakwahmu, tidak ada pilihan dan cara lain bagi mereka selain membunuh: “…melempar kamu dengan batu (merajammu).” Atau, atau apa berikutnya?
(.. أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِي مِلَّتِهِمْ وَلَنْ تُفْلِحُوا إِذاً أَبَداً)!..
“…atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama lamanya.” (QS. Al-Kahfi: 20)
Itulah pilihan terakhir yang pahit: memaksa kamu kembali kepada agama dan kekafiran mereka setelah melewati waktu bertahun-tahun untuk bersabar, berjihad dan menanggung kesusahan di jalan Alloh ‘Azza wa Jalla, dan berjalan di atas jalan dakwah yang kamu imani dan Alloh beri kalian kehormatan untuk mengusung benderanya. Jika semua itu terjadi, kalian akan rugi di akhirat setelah rugi di dunia!


Kisah Nabi Musa q: Perang Intelejent Sengit Melawan Tirani:

Perang intelejent mulai terlihat jelas begitu Alloh l hendak mengajari kita pelajaran-pelajaran tentang security secara sangat detail dan gamblang:
(وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلا تَخَافِي وَلا تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ)
“Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rosul.” (QS. Al-Qoshosh: 7)
Alloh hendak menjadikan Musa q sebagai pembawa bendera kebenaran dan pemimpin dakwah kepada Alloh l. Maka Alloh menjaganya sejak dia lahir dengan berbagai langkah keamanan yang dijalankan oleh Ibunda Musa, yaitu setelah Alloh mengilhamkan kepadanya tentang tindakan apa saja yang mesti ia tempuh untuk anaknya yang baru lahir itu, yang kelak akan menjadi pemimpin dakwah Robbaniyah..! Langkah keamanan itu begitu detail, tapi di saat yang sama juga tak lepas dari resiko:
(أَنِ اقْذِفِيهِ فِي التَّابُوتِ فَاقْذِفِيهِ فِي الْيَمِّ فَلْيُلْقِهِ الْيَمُّ بِالسَّاحِلِ يَأْخُذْهُ عَدُوٌّ لِي وَعَدُوٌّ لَهُ وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِنِّي وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي)
“Yaitu: "Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan musuhnya. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku.” (QS. Thoha: 39)
Alloh Jalla wa ‘Alaa, Dzat yang telah mengilhamkan langkah pengamanan pertama kepada Ibunda Musa, Dia juga lah yang menggerakkan isteri Fir‘aun untuk menempuh langkah pengamanan berikutnya:
(وَقَالَتِ امْرَأَتُ فِرْعَوْنَ قُرَّتُ عَيْنٍ لِي وَلَكَ لا تَقْتُلُوهُ عَسَى أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَداً وَهُمْ لا يَشْعُرُونَ)
“Dan berkatalah isteri Fir'aun: "(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak", sedang mereka tiada menyadari.” (QS. Al-Qoshosh: 9)
Dan di antara pengaturan Alloh ‘Azza wa Jalla dan Keagungan hikmah-Nya adalah: Alloh mendidik Musa q dalam asuhan Fir‘aun yang kelak hancurya dia dan hancurnya keangkara murkaannya akan melalui tangan Musa –‘alaihis sholatu wa `s-salam—. Barangkali kita bisa menangkap di sini berapa banyak kesabaran, kecerdikan, kebijaksanaan, kerahasiaan dan insting security yang diperlukan untuk menjalankan langkah keamanan sedetail dan seteliti ini. Bukankah ini merupakan perencanaan yang mampu menumbuhkan benih kebenaran di atas tanah dan lahan kebatilan?
Langkah keamanan yang indah itu terus berlanjut, ibunda Musa mengutus puterinya sebagai mata-mata untuk mengawasi perlakuan Firaun dan keluarganya. Maka ia menguntit jejak saudaranya, Musa, serta mengikuti kabar tentangnya;
وَقَالَتْ لِأُخْتِهِ قُصِّيهِ ..
“Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: “Ikutilah dia…” (QS. Al-Qoshosh: 11)
Apa yang dilakukan saudari Musa ‘alaihi s-sholatu wa `s-salam ? Apakah dia melakukan tindakan yang mengundang perhatian terhadap dirinya, terhadap rencana dan misinya?!
(.. فَبَصُرَتْ بِهِ عَنْ جُنُبٍ وَهُمْ لا يَشْعُرُونَ)
“Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya.” (QS. Al-Qoshosh: 11)
Ya… ia menyamar di tengah situasi mencekam dengan penyamaran cerdas sehingga ia berhasil melihat saudaranya tanpa satu pun dari musuh yang mengetahui, tidak ada seorang pun dari orang-orang dzalim itu yang tahu bahwa dia adalah saudari Musa yang tengah melakukan tugas spionase dan memantau perkembangan Musa secara detail..!
Dan ketika Alloh mencegah Musa untuk menyusui kepada wanita-wanita penyusu;
وَحَرَّمْنَا عَلَيْهِ الْمَرَاضِع ..
“…dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya)…” (QS. Al-Qoshosh: 12)
.. ketika itulah saudari Musa mengajukan usul dalam situasi dan waktu yang tepat:
.. فَقَالَتْ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى أَهْلِ بَيْتٍ يَكْفُلُونَهُ لَكُمْ وَهُمْ لَهُ نَاصِحُونَ)؟!..
“…maka berkatalah saudara Musa: “Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?.” (QS. Al-Qoshosh: 12)
Berkata Ibnu Abbas: “Ketika saudari Musa berkata: “…dan mereka dapat berlaku baik kepadanya,” yakni menyayanginya, keluarga Firaun ragu kepadanya, mereka berkata: “Bagaimana kamu tahu ahlu bait itu dapat berlaku baik dan menyayanginya?” maka ia menjawab: “Karena mereka senang jika bisa membahagiakan raja.” Akhirnya mereka melepaskan Musa kepadanya..!”
Begitulah seharusnya seorang aktifis dakwah Islam, ia harus bijak dan cerdik, mengerti sikap yang mesti diambil dalam semua situasi, mengerti bagaimana ia keluar dari kesulitan dengan penuh kepandaian dan kecerdasan, seperti yang dilakukan oleh saudari Musa q..!
Pertolongan Alloh di situ tampak begitu jelas dan sangat berkesan:
(فَرَدَدْنَاهُ إِلَى أُمِّهِ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلا تَحْزَنَ وَلِتَعْلَمَ أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ)
“Maka kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Alloh itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (QS. Al-Qoshosh: 13)
Ketika ternyata Musa mau menerima air susu perempuan yang sebenarnya adalah ibunya sendiri itu, maka isteri Firaun memperlakukannya dengan baik, memberinya nafkah dan pakaian, sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas: “Ibunda Musa menyusui anaknya sendiri tapi mengambil upahnya dari musuhnya.”
Kemudian, setelah dewasa dan Musa mulai mengerti kebenaran agamanya, ia mencela apa yang dilakukan oleh kaum Firaun yang beribadah kepada selain Alloh k. Sikapnya ini kemudian tersebar di kalangan kaum tersebut, maka mereka menakut-nakutinya, dan ternyata Musa juga takut kepada mereka… Rasa takut inilah yang mendorongnya untuk mengambil langkah pengamanan dalam berinteraksi dengan kebatilan dan para pengikutnya, demi melindungi dirinya dan juga dakwahnya;
(وَدَخَلَ الْمَدِينَةَ عَلَى حِينِ غَفْلَةٍ مِنْ أَهْلِهَا ..)
“Dan Musa masuk ke kota ketika penduduknya sedang lengah…” (QS. Al-Qoshosh: 15)
Maksudnya, Nabi Musa q masuk ke kota Mesir Besar secara sembunyi-sembunyi: ketika penduduknya sedang lengah…”
Di situ beliau kembali mendapat ujian berikutnya, beliau membunuh salah seorang pengikut Firaun tanpa sengaja. Ujian pun semakin dahsyat. Nabi Musa berlindung kepada Robbnya:
(قَالَ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي فَغَفَرَ لَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ)
“Ya Robbku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku”. Maka Alloh mengampuninya, sesungguhnya Alloh Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Qoshosh: 16)
Selanjutnya beliau menempuh sebab-sebab wajib dalam menjaga diri dan berwaspada. Salah seorang yang setia kepadanya dan mau bekerjasama dengannya memberitahu sebuah rahasia sangat penting, yaitu rencana kaum Firaun untuk membunuhnya:
(وَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ يَسْعَى قَالَ يَا مُوسَى إِنَّ الْمَلَأَ يَأْتَمِرُونَ بِكَ لِيَقْتُلُوكَ فَاخْرُجْ إِنِّي لَكَ مِنَ النَّاصِحِينَ)
“Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: "Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini) sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu.” (QS. Al-Qoshosh: 20)
Beliau tidak punya pilihan selain mengambil tindakan sesuai dengan situasi di sekitarnya, demi melindungi diri dan misi dakwahnya kepada Alloh q:
(فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفاً يَتَرَقَّبُ قَالَ رَبِّ نَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ)
“Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdoa: "Ya Robbku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu.” (QS. Al-Qoshosh: 21)
Mari kita perhatikan betapa indah ungkapan Al-Quran tentang kondisi seorang yang lari dan berhijrah di jalan Alloh, yang mewaspadai dan siaga terhadap musuhnya: “…dengan rasa takut menunggu-nunggu,” setelah itu bertawakkal kepada Alloh Subhanahu wa Ta‘ala, sehingga hanya Dia lah penjaga dan tempat berlindung yang aman: "Ya Robbku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu.”
Setalah berjalan waktu selama bertahun-tahun, Nabi Musa kembali kepada Firaun dan kaumnya dengan mengemban dakwah di hatinya, menyampaikan kabar gembira dakwah itu dengan lisannya, menjadikan nyawanya sebagai taruhan, mengangkat panjinya dengan keberanian tak tertandingi. Pergulatan melawan kebatilan dimulai kembali hingga puncaknya. Thoghut Firaun itu ingin membunuh Musa q, dan begitulah semua thoghut jika sudah gagal dalam semua argumentasi dan bukti, serta tidak punya cara lain kecuali dengan kekerasan untuk membuat kebenaran terdiam:
(وَقَالَ فِرْعَوْنُ ذَرُونِي أَقْتُلْ مُوسَى وَلْيَدْعُ رَبَّهُ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يُبَدِّلَ دِينَكُمْ أَوْ أَنْ يُظْهِرَ فِي الْأَرْضِ الْفَسَادَ)
“Dan berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya): “Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi.” (QS. Ghofir: 26)
Al-Quranul Karim menunjukkan kepada kita dengan jelas tentang aspek keamanan ketia sebuah perseteruan tengah berlangsung:
(وَقَالَ رَجُلٌ مُؤْمِنٌ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَكْتُمُ إِيمَانَهُ أَتَقْتُلُونَ رَجُلاً أَنْ يَقُولَ رَبِّيَ اللَّهُ وَقَدْ جَاءَكُمْ بِالْبَيِّنَاتِ مِنْ رَبِّكُمْ ..)
“Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir'aun yang menyembunyikan imannya berkata: “Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: “Robbku ialah Alloh,” padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Robbmu…” (QS. Ghofir: 28)
Lelaki beriman itu kemudian berkomentar tentang Musa q:
(.. وَإِنْ يَكُ كَاذِباً فَعَلَيْهِ كَذِبُهُ وَإِنْ يَكُ صَادِقاً يُصِبْكُمْ بَعْضُ الَّذِي يَعِدُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ كَذَّابٌ)
“Dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu.” Sesungguhnya Alloh tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.” (QS. Ghofir: 28)
Barangkali kita bisa memperhatikan ungkapan Al-Quran yang begitu rinci, yang menjelaskan tentang keamanan ketika berada di arena pertempuran: “…(lelaki beriman) yang menyembunyikan imannya,” lelaki yang sebenarnya beriman kepada Alloh dan kepada dakwah Musa q itu secara lahiriyah menampakkan sebagai pendukung Firaun: “Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir'aun berkata…”.
Lelaki yang menyembunyikan imannya ini pada dasarnya tengah menyusup di tengah kaumnya sementara ia tahu semua yang tengah berlangsung di antara mereka, lalu ia hinakan mereka di hadapan Musa dan para pembela kebenaran dengan menggunakan tekhnik keamanan yang cerdas, yang tidak bisa dilakukan dengan baik selain oleh pelaku yang bersangkutan dengan masalah, membelanya serta mengerahkan semua kemampuanya demi menjaga dakwahnya. Penjagaan inilah yang menjamin keistiqomahan perjalanan di atas jalan yang sulit demi menggapai tujuan besar!.
Maka, sirriyah (kerahasiaan), kitman (tutup mulut), infiltrasi (penyusupan), spionase (memantau dari jauh), serta menjalin kerjamasa secara berkesinambungan dengan para pemimpin dalam menjaga dakwah dan mengamankan perjalanannya hingga ke tujuan, merupakan tekhnik-tekhnik paling penting yang harus dijadikan senjata oleh para aktifis pergerakan Islam. Sudah fahamkah kita? Dan , sudahkah kita laksanakan?
Berkat ketelatenan dalam memenuhi hak-hak dakwah ilalloh ldan menjalankan tuntutannya semaksimal mungkin seperti ini, Allohkmenolong orang-orang beriman dan para pejuang di jalan-Nya. Dan begitulah Alloh Jalla wa ‘Alaa menolong Musa q dalam mengalahkan keangkara murkaan, kezaliman dan tirani:
(فَأَخَذْنَاهُ وَجُنُودَهُ فَنَبَذْنَاهُمْ فِي الْيَمِّ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الظَّالِمِينَ)
“Maka Kami hukumlah Fir'aun dan bala tentaranya, lalu Kami lemparkan mereka ke dalam laut. Maka lihatlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Qoshosh: 40)
Dengan itu, berakhirlah kisah pertempuran dahsyat dan sengit antara kebenaran dan kebatilan tersebut. Ingat, unsur utama dalam pertempuran adalah masalah keamanan (amniyah)..!


Sisi Pengamanan Dakwah Nabi nTerhadap Kerabat Dekatnya:

Yang didakwahi Rosul n pertama kali adalah Sayyidah Khodijah, Ali bin Abi Tholib, Maula beliau yaitu Zaid bin Haritsah, dan wanita pengasuhnya yaitu Ummu Aiman, radhiyallohu ‘anhum ajma‘in. Sisi pengaman dalam aktifitas dakwah tersebut sangat jelas, beliau melihat orang-orang mulia ini berada dalam lingkup satu keluarga yaitu keluarga beliau, sehingga mereka bisa menjaga rahasia dan tidak menyebarkannya, di samping itu mereka juga turut membantu memikul beban-beban tugas dakwah serta meringankan kesusahan.
Rosululloh n dalam hal ini memilih orang-orang yang masih keluarganya untuk diajak bergabung, sebab tidak ada satu pun di antara mereka yang tidak beriman dengan dakwah beliau. Karena jika ada satu saja anggota keluarga yang tidak beriman kepada dakwah, maka resikonya berbagai aktifitas para dai itu bisa bocor, demikian juga pertemuan-pertemuan yang diadakan untuk membahasnya dan siapa saja yang sering mendatanginya, padahal tak jarang bahwa rumah itu menjadi pusat berbagai data khusus yang berkaitan dengan dakwah atau yang berisi rencana dakwah di masa mendatang. Kebocoran berupa apapun bisa mengundang petaka fatal bagi dakwah dan anggota-anggotanya. Oleh karena itu, Rosul n berusaha semaksimal mungkin untuk mendakwahi dan meyakinkan keluarganya terlebih dulu.

Melaksanakan Sholat Dalam Jamaah-jamaah Kecil:

Dahulu Nabi n dan para shahabatnya menunaikan sholat dalam jamaah-jamaah kecil yang terpisah-pisah.
Ibnu Ishaq berkata: “Sesungguhnya Rosululloh n pernah keluar menuju lembah Mekkah bersama Ali bin Abi Tholib –dalam riwayat lain bersama isteri beliau Khodijah—sambil bersembunyi dari ayahnya, Abu Tholib, dari paman-pamannya dan seluruh kaumnya. Kemudian mereka berdua melaksanakan sholat di lembah tersebut.”
Inilah salah satu bentuk jamaah dakwah yang ada ketika itu, beranggotakan seorang pemimpin, keponakan dan isterinya, ketika melaksanakan ajaran Sholat.
Para shahabat Rosululloh n pada awalnya ketika mereka ingin melaksanakan sholat mereka pergi ke lembah-lembah, mereka menyembunyikan sholatnya agar tidak diketahui kaumnya.
Ibnu Ishaq berkata: “Ketika Sa‘ad bin Abi Waqosh berada di antara beberapa shahabat Rosululloh n yang sedang melaksanakan sholat…dst.”
Dari penjelasan-penjelasan di atas terlihat jelas bahwa para shahabat g dahulu melaksanakan sholat berjamaah dalam kelompok-kelompok kecil yang terpisah-pisah di lembah-lembah Mekkah.


Kepekaan Dan Kewaspadaan Nu‘aim Bin Abdulloh a:

Suatu ketika Umar bin Khothob keluar menghunus pedangnya, ia berpapasan dengan Nu‘aim bin Abdulloh, ia bertanya: “Hai Umar, mau ke mana kamu?”
“Aku mencari Muhammad si shobi’ itu, yang telah memecah belah urusan kaum Quraisy, membodoh-bodohkan para pemukanya, mencaci agamanya dan menghina tuhan-tuhannya, aku hendak membunuhnya,” jawab Umar.
Nuaim berkata, “Demi Alloh, kamu tertipu oleh dirimu sendiri wahai Umar. Apakah menurutmu Bani Abdi Manaf akan membiarkanmu berkeliaran di muka bumi begitu kamu membunuh Muhammad? Kenapa kamu tidak pulang saja ke keluargamu dan mengurusi mereka?”
Umar bertanya: “Keluargaku yang mana?”
“Ipar sekaligus sepupumu, Said bin Zaid, dan adikmu Fathimah binti Khothob. Demi Alloh mereka berdua telah masuk Islam dan mengikuti agama Muhammad,” tukas Nu‘man.
Siapa yang mau merenungkan kisah di atas, akan bisa menyimpulkan catatan-catatan berikut ini:
Pertama: Menyembunyikan identitas di hadapan musuh.
Sayyidina Umar a –ketika itu—belum tahu bahwa Nu‘aim juga telah masuk Islam, sebab ia menyembunyikannya. Sehingga ia mengira Nu‘aim masih musyrik, hal ini mempermudah bagi Nu‘aim untuk menjalankan misinya. Untuk semakin menguatkan penyembunyian identitas, Nuaim mengatakan: “…Muhammad,” tidak mengatakan Rosululloh, padahal para shahabat tidak pernah memanggil Rosul n dengan namanya, mereka pasti menyebut: Rosululloh, Nabiyulloh. Namun posisi saat itu menuntut Nu‘aim untuk menyebut: Muhammad, supaya Umar lebih yakin kepadanya dan memancing Umar untuk mengutarakan tujuannya, dan begitulah yang terjadi akhirnya.
Kedua: Memperoleh Informasi.
Shahabat Nuaim melakukan antisipasi ketika ia melihat Umar menghunus pedangnya. Kemudian ia bertanya tentang tujuannya: “Mau ke mana, wahai Umar?”
Dari pertanyaan ini, Nu‘aim berhasil mendapat informasi yang sangat-sangat penting, yaitu niat Umar untuk membunuh Sang pemimpin dakwah. Ini merupakan tindakan yang sangat bijak dan cerdik, sebab Nuaim berhasil memperoleh informasi yang membuatnya bisa mengambil langkah-langkah keamanan yang tepat, detail dan cepat, seperti yang bisa kita lihat nanti.
Ketiga: Mencegah Bahaya Dari Musuh dan Membelokkan Tujuannya:
Setelah mengetahui niat Umar, Nuaim mulai berusaha mencegah bahaya ini. Maka ia menggunakan tekhnik menakut-nakuti dengan menyampaikan ancaman kepadanya: bahwa jika dia nekat membunuh Muhammad maka ia juga akan dibunuh oleh Bani Abdi Manaf. Nu‘aim tidak cukup berhenti di situ, lebih jauh ia juga menyampaikan berita yang membuat Umar tak sanggup menahan kesabarannya, yaitu bahwa sepupu dan adik perempuannya telah masuk Islam. Mendengar berita itu, Umar langsung merubah tujuannya dari yang tadinya ia mencari Muhammad n kini pergi ke rumah adiknya. Dengan begitu, Nu`aim benar-benar berhasil mencegah bahaya dari musuh dan memalingkan tujuan awalnya. Ini merupakan tindakan yang sangat-sangat teliti dan tepat.
Keempat: Mengorbankan Personel Demi Maslahat Yang Luas:
Tidak diragukan bahwa ketika Umar mengetahui keislaman adik dan sepupunya maka itu merupakan bahaya besar bagi mereka berdua. Akan tetapi jika dibandingkan dengan bahaya terbunuhnya Sang Pimpinan Dakwah tentu itu lebih ringan dan lebih kecil. Oleh karena itu, Nu‘aim mencoba mengorbankan personel anggota demi tercapainya maslahat yang luas. Kalaulah bahaya menimpa Said dan Fatimah, itu jauh lebih ringan daripada jika bahaya yang sama menimpa Sang pemimpin dakwah. Ini belum lagi bahwa Nu‘aim memperhatikan aspek emosional kejiwaan yang mengikat antara Umar dengan sepupu dan adiknya, itu jelas akan mengurangi ledakan amarah pada diri Umar, sehingga hukuman yang akan ditimpakan kepada Said dan Fatimah ringan dan itulah yang terjadi. Begitu Umar melihat darah mengucur dari wajah adiknya, perasaannya tergerak dan hatinya luluh. Itulah yang kemudian menjadi salah satu sebab ia masuk Islam.


Kepekaan Dan Kewaspadaan Pada Diri Khobbab, Sa‘id dan Fathimah h:

Tatkala Umar berjalan menuju rumah sepupunya, Said, di dalam rumah tersebut di samping Said ada Khobab bin Al-Art dan Fathimah yang merupakan isteri Sa‘id. Ketika mereka mendengar suara Umar, Khobab langsung bersembunyi di sebuah bilik kecil di rumah itu. Fathimah mengambil mushaf Al-Quran dan menyembunyikan di bawah pahanya. Sebelumnya ketika Umar mendekati rumah tersebut ia sempat mendengar bacaan Al-Quran dari Khobbab yang ia perdengarkan kepada Said dan Fathimah. “Apakah suara yang tidak bisa dimengerti tadi?” tanya Umar. Said dan Fathimah berkata: “Tidak ada kata-kata selain yang tengah kita bicarakan di antara kita.”
Dari peristiwa ini, kita bisa memperhatikan hal-hal berikut:
Pertama: Langkah dan Penyelamatan Cepat Dalam Kondisi Darurat:
Reaksi cepat dan tidak gugup termasuk hal yang penting dalam melewati kondisi-kondisi sulit yang tak jarang dialami para pelaku dakwah. Maka, kalau langkah yang diambil bersih dan cepat, ia akan mampu melewati bahaya dan biasanya membuahkan hasil positif.
Oleh karena itu, langkah yang diambil kelompok dakwah yang beranggotakan Said, Khobab dan Fathimah ini adalah cepat dan bersih; Khobab langsung masuk ke bilik kecil, Fathimah langsung menyembunyikan mushaf Al-Quran, sementara Sa‘id maju menghadapi Umar dan membukakan pintu. Semua itu mereka lakukan begitu tahu bahwa yang datang adalah Umar yang terkenal keras dalam memusuhi dakwah dan para da`i.
Kedua: Menyembunyikan Jejak Dari Pandangan Musuh:
Menyembunyikan jejak dari pandangan musuh merupakan sebuah keharusan. Jejak itu bisa berupa benang merah atau bukti apa saja yang bisa mengarahkan musuh kepada apa yang ia cari. Oleh karena itu, segala jejak yang memiliki keterkaitan dengan dakwah dan pelaku dakwah harus disembunyikan atau dihilangkan. Dan inilah yang dilakukan Fathimahdketika ia menyembunyikan mushaf Al-Quran di bawah pahanya, dan paha adalah tempat yang tidak mengundang kecurigaan. Dengan begitu ia telah menyembunyikan sebuah bukti sangat penting dari pandangan Umar bin Khothob. Meskipun kemudian Umar mengetahui hal itu, tetapi yang kita ambil pelajaran di sini adalah adanya langkah yang aman dalam menyembunyikan jejak.
Ketiga: Memperpelan Suara Ketika Berkumpul:
Ketika itu Khobab membacakan Al-Quran kepada Sa‘id dan Fathimah dengan suara pelan sampai batasan orang yang berada di dekat pintu rumah tidak bisa mendengarnya dengan jelas. Ini terbukti ketika Umar menyebut bacaan itu sebagai sesuatu yang tidak bisa dimengerti.
Ini termasuk salah satu unsur keamaan yang penting.
Keempat: Ta‘ridh dan Tauriyah :
Tatkala Umar menanyakan tentang suara yang tak bisa dimengerti itu, jawaban yang ia dapatkan berupa ungkapan kata yang dzahir-nya berbeda dengan apa yang diinginkan pengucapnya. Ungkapan seperti ini merupakan salah satu jenis tauriyah. Mereka tidak menyangkal bahwa di rumah itu memang ada suara, bahkan mengakui bahwa suara itu adalah suara pembicaraan di rumah mereka. Ini adalah rasa peka yang tinggi dalam masalah keamanan yang dimiliki Said dan Fathimah, sebab biasanya pembicaraan antara dua orang itu dilakukan dengan suara pelan, sehingga orang yang dekat dengan mereka pun tidak bisa memengertinya, wajar jika ucapan seperti ini disebut sebagai haimanah (perkataan yang tidak bisa dimengerti artinya).
Jadi mereka sama sekali tidak menyangkal adanya suara, sebab jika itu mereka menyangkal tentu saja Umar menyimpulkan bahwa mereka berdusta dan menyembunyikan sebuah fakta, sebab Umar mendengar sendiri suara tersebut. Hanya saja, mereka mengakui tanpa menyatakan terus terang apa yang ada di dalam diri mereka, dan ini adalah salah satu jenis ta‘ridh yang harus dilakukan dalam kondisi seperti ini.
Kelima: Memanfaatkan Kesempatan Untuk Mengambil Keuntungan Dari Musuh:
Hal ini terlihat ketika Umar meminta agar Fathimah memberikan Mushaf Al-Quran kepadanya. Maka Fathimah menggunakan kesempatan bagus ini, ia menyuruh Umar untuk mandi terlebih dahulu. Begitu Umar mau melakukanya dan hatinya berubah lunak, keluarlah shahabat Khobab setelah mendengar Umar memuji Al-Quran. Ia tak ketinggalan untuk memanfaatkan kesempatan dalam kondisi ini, ia berkata: “Terimalah kabar gembira, wahai Umar. Demi Alloh aku sangat berharap Alloh memberimu keistimewaan khusus dengan doa Nabi-Nya. Sesungguhnya aku mendengarnya kemarin mengatakan: “Ya Alloh, kuatkanlah Islam dengan Umar bin Khothob atau Abu `l-Hakam bin Hisyam (Abu Jahal, penerj.).” Fa Alloha Alloh, wahai Umar.”
Di situ jelas betapa tingginya tingkat kewaspadaan yang dimiliki Khobab dan Fathimah dan kemampuan mereka untuk menggunakan kesempatan dalam rangka mengambil keuntungan dari fihak musuh. Dan, hasil yang diperoleh dari itu adalah masuk Islamnya Umar a.


Sisi Pengamanan Ketika Nabi n Pergi ke Thoif:

Nabi n pergi ke Thoif dengan berjalan kaki, begitu juga ketika pulang. Beliau ditemani oleh anak angkatnya, Zaid bin Haritsah a. Setiap kali dalam perjalanan melewati suatu kabilah, beliau mengajak mereka untuk masuk Islam, namun dari sekian kabilah yang beliau ajak hanya satu yang mau menerima. Maka ketika beliau tiba di Thoif, beliau mendatangi tiga orang bersaudara dari kalangan pemuka Bani Tsaqif. Beliau duduk di tempat mereka dan mendakwahi mereka untuk kembali kepada Alloh dan membela agama Islam. Salah seorang dari mereka berkata: “Kalau memang Alloh mengutusnya sebagai Rosul, tentu dialah yang menutupkan tirai Ka‘bah.” Yang lain berkata: “Apakah Alloh tidak menemukan orang lain lagi selain dirimu?” Yang ketiga berkata: “Demi Alloh aku tidak akan pernah mengajakmu bicara selama-lamanya jika engkau memang Rosul, sungguh kamu terlalu bahaya jika kata-katamu harus kujawab. Dan jika kamu berdusta atas nama Alloh, maka tak pantas aku berbicara denganmu.”
Akhirnya Rosululloh n pergi meninggalkan mereka dan bersabda: “Jika kalian mau, rahasiakanlah urusanku ini.”
Tapi mereka tidak mau menggubrisnya, mereka malah menghasut orang-orang bodoh dan budak-budak yang mereka miliki hingga mereka berdiri dua barisan, lalu mulailah mereka mencaci dan meneriaki beliau serta melemparinya dengan batu hingga kedua sandalnya basah oleh darah. Ketika itu Zaid bin Haritsah melindungi beliau dengan tubuhnya hingga di kepalanya timbul luka menganga. Orang-orang bodoh itu meneruskan aksinya hingga mereka memaksa beliau berlindung di tembok sebuah kebun milik Utbah dan Syaibah, keduanya adalah putera Robi‘ah. Melihat pemandangan seperti itu, Utbah dan Syaibah merasa kasihan kepada beliau. Maka mereka memanggil salah seorang budak mereka yang beragama Nashrani, namanya ‘Addas. “Ambilkan sepetik anggur di kebun ini, letakkan di nampan lalu berikan kepada lelaki itu, katakan kepadanya agar memakan buah ini.”. ‘Addas pun melakukannya, ia membawanya kepada Rosululloh n dan meletakkannya di depan beliau, “Makanlah,” ujarnya.
Tatkala Rosululloh n meletakkan tangannya ke nampan itu, beliau mengucapkan: “Bismillah,” lalu beliau makan, sementara itu ‘Addas terus memandangi wajah beliau, sejurus kemudian ia berkata: “Demi Alloh, ucapan ini tidak dilontarkan oleh penduduk negeri ini.” Rosululloh n bertanya kepadanya: “Dari negeri manakah kamu, wahai ‘Addas? Apa agamamu?”
“Aku orang Nashrani…” kata ‘Addas, “…aku adalah orang Nainawa .”
“Dari negeri lelaki sholeh, Yunus bin Matta?” tanya Rosululloh lagi.
‘Addas bertanya keheranan: “Apa yang kau tahu tentang Yunus bin Matta?”
Rosululloh n bersabda: "Dia adalah saudaraku, ia adalah nabi dan aku juga nabi.”
Mendengar itu, ‘Addas langsung menelungkupkan wajahnya di hadapan Rosululloh n sembari menciumi kepala, kedua tangan dan kaki beliau.
Setelah itu Rosululloh n kembali ke Mekkah, begitu sudah dekat, beliau berhenti sejenak di Hiro’ lalu mengutus seorang lelaki dari Khoza‘ah kepada Akhnas bin Syuraiq memintanya untuk melindungi beliau, tetapi ia menolak. Maka kemudian beliau mengirimnya kepada Suhail bin Amru, ia juga menolak. Setelah itu kepada Muth‘im bin ‘Adiy, akhirnya ia mau melindunginya. Maka masuklah Rosululloh n ke Mekkah dengan jaminan perlindungan darinya.
Dari kisah di atas, kita bisa mengambil pelajaran mengenai kehati-hatian dan kewaspadaan sebagai berikut:
- Pilihan Nabi n kepada daerah Thoif adalah sebuah pilihan yang didasarkan kepada sebuah asas keamanan penting. Posisi Thoif yang secara geografis dekat dengan Mekkah membuat beliau mudah untuk menjangkaunya dengan resiko kecil. Di sisi lain, keberadaan paman-paman beliau di sana diharapkan bisa menjadi salah satu sisi pengamanan tersendiri sesuai adat yang berlaku di zaman Jahiliyah. Thoif juga dekat dengan perkampungan Bani Sa‘ad yang barangkali saja mereka mau membantu beliau di perjalanan, sebab Bani Sa‘ad masih memiliki hubungan persesusuan dengan beliau, siapa tahu mereka mau menjadi para penjamin keamanan.
- Pilihan Nabi n untuk pergi berjalan kaki juga merupakan sebuah tindakan yang brilian. Karena ketika kaum Quraisy melihat beliau berjalan kaki maka mereka tidak mungkin berfikir bahwa beliau mau pergi ke luar Mekkah. Akan berbeda jika beliau pergi sambil menaiki kendaraan, itu akan mengundang kecurigaan, terkesan bahwa beliau mau pergi dan ber-safar ke daerah tertentu yang tentu saja itu akan dihalangi oleh kaum Quraisy. Jadi, kepergian beliau dengan berjalan kaki menjamin beliau untuk keluar dari Mekkah tanpa dihalangi oleh siapapun.
- Tindakan beliau memilih Zaid bin Haritsah sebagai pendamping dalam perjalanannya juga memiliki aspek-aspek keamanan. Sebab Zaid adalah anak angkat beliau, sehingga jika ada orang lain melihatnya mendampingi beliau tidak akan menimbulkan kecurigaan, karena keduanya memiliki hubungan yang sangat kuat. Di sisi lain, Nabi n tahu betul siapa Zaid dari dekat, beliau tahu bagaimana keikhlasannya, amanahnya, kejujurannya, dan sifatnya yang menepati janji, sehingga Zaid adalah orang yang bisa dipercaya dari sisi keamanannya, ia tidak akan menyebarluaskan rahasia dan bisa beliau jadikan pegangan dalam bersahabat. Ini semakin terbukti ketika dia menjadikan tubuhnya sebagai pelindung Nabi n dari lemparan batu sampai kepalanya terluka.
- Begitu memasuki Thoif, Nabi n menghubungi para pemuka Bani Tsaqif sebelum yang lain. Ini adalah langkah yang aman dan tepat dengan situasi. Sebab, yang hendak dicapai adalah meminta bantuan dan dukungan yang itu tidak mungkin terpenuhi kecuali dengan menghubungi para pemuka suatu kaum sebelum orang-orang awamnya. Jika para pemuka itu setuju, yang lain tentu akan mengikut saja. Oleh karena itu, Rosul n menghubungi mereka terlebih dahulu daripada yang lain.
Kemudian, tatkala para tokoh itu memberikan respon buruk dan diiringi penghinaan kepada Rosululloh n, maka beliau bersabar, tidak marah dan tidak membalas, bahkan malah meminta mereka untuk merahasiakan masalah itu. Ini merupakan sebuah kehati-hatian yang tinggi, sebab jika kaum Quraisy mengetahui hubungan ini tentu mereka tidak hanya akan menghina beliau tetapi juga akan menambah kerasnya siksaan dan penindasaan mereka, mereka juga akan selalu mengawasi gerakan-gerakan beliau, baik di dalam atau di luar Mekkah.
- Ketika berbincang-bincang dengan ‘Addas, tampak sekali kemahiran Rosululloh n dalam berdialog. Akibatnya, ‘Addas terpancing untuk bertanya tentang sebuah ilmu dari Rosululloh n, dan biasanya kalau seseorang itu menanyakan sesuatu pasti dia memiliki perhatian tentang sesuatu tersebut dan menyadari isinya, berbeda dengan ketika pengetahuan itu diberikan kepadanya tanpa ia bertanya terlebih dahulu. Maka dari itu, pengaruh ilmu Rosululloh n terhadap Addas terlihat sangat jelas, hal itu membuatnya dengan serta merta mencium kepala, kedua tangan dan kaki Rosululloh n serta menyatakan dirinya masuk Islam.
- Sekembalinya Rosul n dari Thoif menuju Mekkah, beliau tidak langsung memasukinya, tetapi ke Goa Hiro’ dulu dan duduk di dalamnya. Langkah ini termasuk langkah keamanan yang terbentuk dari situasi dan kondisi saat itu. Rosul n faham bahwa orang-orang Quraisy tahu kepergian beliau, apalagi beliau berada di Thoif selama sepuluh hari.
- Rosul n memanfaatkan aturan dan kebiasaan masyarakat Jahiliyah.
Dahulu orang-orang Jahiliyah memiliki aturan dan adat kebiasaan yang mereka sakralkan dan agungkan. Yang paling menonjol adalah kebiasaan dan aturan dalam memberi jaminan perlindungan; jika ada orang yang masuk dalam jaminan perlindungan seseorang, tidak seorang pun boleh menyakiti orang tersebut.
Maka, sebelum Rosul n masuk ke Mekkah sepulang dari Thoif, beliau mencoba memanfaatkan sistem dan kebiasaan ini, yaitu kebiasaan memberi jaminan perlindungan. Akhirnya beliau mengirim orang yang bisa mengambil jaminan perlindungan dari salah satu pembesar Mekkah, akhirnya beliau diberi kemudahan dalam urusan tersebut dan mendapat perlindungan dari Muth‘im bin ‘Adiy. Maka barulah beliau memasuki Mekkah.
Dari jaminan perlindungan ini Rosul n mendulang faedah sangat besar, beliau bisa kembali berdakwah kepada manusia untuk kembali kepada agama Alloh sebagaimana ketika dulu dia mendapat perlindungan dari pamannya, Abu Tholib. Kalau bukan karena Alloh telah menyiapkan adanya jaminan perlindungan ini, tentu bukan hal yang mudah bagi beliau untuk melaksanakan urusan dakwah dalam situasi sulit seperti itu. Sebab masa tersebut bisa dikatakan sebagai masa dakwah yang paling sulit, masa ketika dakwah memerlukan kehadiran Nabi n di dalam kota Mekkah yang di kemudian hari membuahkan hubungan dengan penduduk Madinah dan disepakatinya Baiat Aqobah Kubro.
Adapun sisi keamanan, mengapa Rosul n memilih orang dari Khoza‘ah dan bukan Zaid bin Haritsah untuk meminta jaminan perlindungan bagi beliau, maka alasannya karena Zaid adalah orang Muslim yang keislamannya sudah populer. Status ini bisa menjadi batu penghalang dalam sebuah pelaksanaan misi yang rawan. Belum lagi bahwa Zaid dikenal dekat dengan Rosululloh n, bisa jadi orang-orang Quraisy akan menangkapnya begitu dia masuk ke Mekkah dan berakibat kepada gagalnya misi, jika itu terjadi maka bisa jadi mereka akan tahu tempat keberadaan Rosululloh n. Maka, demi menghindari kemungkinan ini, Rosul n tidak mengutus Zaid dalam melaksanakan misi tersebut.
Adapun lelaki dari Khoza‘ah itu, dia adalah lelaki tak terkenal di kalangan Quraisy. Ini mempermudah misinya untuk menghubungi orang yang akan dia temui tanpa akan dihalangi oleh siapapun. Dan begitulah yang akhirnya terjadi, ia berhasil memperoleh jaminan perlindungan untuk Rosululloh n tanpa disadari oleh seorang pun.
Teknik Kontra Intelejent Menghadapi Langkah-langkah Kaum Quraisy :

- Menemui kabilah-kabilah di malam hari.
Rosul n pergi ke perkampungan para kabilah di malam hari.
- Mengambil para penolong sebagai pendamping, seperti Abu Bakar dan Ali d. Barangkali tujuan pengambilan teman ini adalah agar orang yang beliau dakwahi tidak menyangka bahwa beliau sendirian dan tidak memiliki penolong dari kalangan tokoh kaum dan kerabatnya, ditambah lagi bahwa Abu Bakar a adalah orang yang mengenal betul nasab-nasab orang Arab, ini cukup membantu Rosululloh n dalam mengenal watak kabilah-kabilah Arab kemudian bisa memilih kabilah yang terbaik yang mampu menanggung beban-beban dakwah yang berat.


Aspek-aspek Kewaspadaan Dan Security Dalam Peristiwa Bai‘ah Aqobah:

Ka‘ab bin Malik a berkata: “…setelah itu kami pergi berhajji dan membuat kesepakataan janji dengan Rosululloh n di ‘Aqobah pada pertengahan hari Tasyriq. Maka tatkala kami selesai menunaikan hajji, tibalah malam yang kami janjikan kepada Rosululloh n. Kami merahasiakan keperluan kami kepada orang-orang musyrik yang ikut serta dalam rombongan kami. Malam itu kami tidur di kendaraan kami bersama kaum kami, hingga ketika sepertiga malam pertama berlalu kami pergi meninggalkan kendaraan-kendaraan kami menuju tempat yang kami janjikan kepada Rosululloh n. Kami pergi mengendap-endap dan pelan-pelan sambil bersembunyi, akhirnya kami berkumpul di lembah ‘Aqobah. Ketika itu jumlah kami ada 73 orang, kami semua berkumpul di lembah itu sambil menunggu Rosululloh n. Akhirnya beliau pun tiba dengan didampingi oleh pamannya, Abbas bin Abdul Mutholib yang ketika itu masih memeluk agama kaumnya, hanya saja dia senang bisa hadir dalam urusan keponakannya lalu memberinya dukungan. Maka ketika beliau duduk, yang pertama kali berbicara adalah Abbas…”
Terselenggaranya Baiat Aqobah merupakan salah satu buah dari langkah-langkah yang dijalankan dengan tepat oleh Rosululloh n dalam menghadapi makar kaum Quraisy, baiat tersebut berhasil dijalankan dalam kondisi sangat rahasia dan tertutup. Di sini, akan kita coba untuk menyimpulkan aspek-aspek kewaspadaan dan kehati-hatian yang menyertai peristiwa Baiat Aqobah Kubro:
Sudah adanya kesepakatan terlebih dahulu tentang waktu dan tempat berlangsungnya Baiat:
Sebelumnya sudah terjalin kesepakatan tentang waktu dan tempat dilangsungkannya Baiat antara Rosul n dan kaum Anshor itu, di mana Rosululloh n mengikat janji dengan mereka agar mereka berkumpul di pertengahan hari Tasyriq di lembah dekat ‘Aqobah, tempat di mana Jamarot pertama dilempar di Mina. Mereka juga sepakat Baiat ini dilakukan di malam hari.
Pemilihan waktu yaitu malam hari, dan tempat yaitu lembah, mengindikasikan perhatian Nabi n yang jauh ke depan dalam masalah keamanan, kerahasiaan dan ketertutupan dalam melakukan semua gerakan-gerakannya. Di waktu seperti ini, kaum Quraisy jarang melakukan pengawasan, sepi dari berbagai aktifitas, jarang orang melakukan pemantauan, sehingga di waktu seperti ini sesuatu sulit untuk terbongkar.

Perintah Untuk Merahasiakan Berita:

Rosululloh n memerintahkan kaum Anshor agar merahasiakan berita ini di hadapan orang-orang Musyrik. Perintah itu sesuai dengan situasi keamanan ketika itu, supaya kabar ini tidak bocor kepada kaum Quraisy, karena jika mereka mendengar mereka akan menggagalkannya. Dan perintah ini dijalankan oleh kaum Anshor, berkata Ka‘ab bin Malik a: “Kami merahasiakan urusan kami kepada orang-orang Musyrik yang menyertai rombongan kami.”
Urgensi dan buah dari aksi tutup mulut ini baru terasa ketika keesokan harinya orang-orang Quraisy mencari-cari berita, di mana ketika itu yang menjawab pertanyaan mereka adalah orang-orang Musyrik yang menyertai rombongan Anshor, mereka bersumpah bahwa peristiwa Baiat itu tidak ada. Seandainya aksi tutup mulut itu tidak dilakukan, tentu terbongkarlah urusan Baiat dan siapa-siapa yang ikut di dalamnya.
Berhati-Hati Ketika Mendatangi Tempat Dilangsungkannya Baiat:
Rosul n membuat langkah pengamanan yang teliti dalam tekhnis menghadiri tempat di mana baiat akan dilangsungkan. Beliau meminta kaum Anshor agar datang satu persatu, bukan bersama-sama, sampai mereka berkumpul di ‘Aqobah. Itu pun harus dilaksanakan setelah sepertiga malam pertama lewat. Beliau juga memerintahkan mereka agar tidak membangunkan orang yang tertidur serta tidak menunggu siapa yang belum hadir. Dan Kaum Anshor mempraktekkan langkah ini persis sesuai rencana, Ka‘ab berkata: “…malam itu kami tidur bersama kaum kami di kendaraan-kendaraan kami, hingga ketika sepertiga malam pertama berlalu kami meninggalkan kendaraan-kendaraan kami menuju tempat yang kami janjikan kepada Rosululloh n dengan menyelinap secara sembunyi-sembunyi sambil mengendap-endap…” artinya, satu persatu.
Dari susunan dan penerapan langkah di atas, kita bisa melihat dengan jelas adanya sikap hati-hati yang sangat diperhitungkan dengan tepat dari segala sisi keamanan. Datangnya mereka setelah sepertiga malam pertama berlalu merupakan waktu di mana orang sedang nyenyak-nyenyaknya tidur, dan tentu saja mereka tidak menyadari pergerakan kaum Muslimin. Ka‘ab berkata: “Maka ketika orang-orang sedang nyenyak tidur, kami menyelinap…”
Ditambah lagi, waktu seperti ini memberi kesempatan bagi orang-orang yang berkumpul itu untuk menyelesaikan Baiat, ini adalah waktu yang nyaman. Seandainya mereka melakukannya sebelum sepertiga malam pertama berlalu, tentu akan rawan terbongkar, sebab mayoritas orang belum tidur dengan nyenyak. Sebaliknya, jika mereka melakukannya setelah sepertiga malam pertama berlalu, tentu sudah mendekati waktu Subuh, konsekwensinya waktu berkumpul menjadi sempit dan berakibat tidak selesainya pelaksanaan Baiat.
Mengenai langkah mereka yang datang satu persatu, hal itu dimaksudkan untuk lebih meningkatkan kehati-hatian dan kewaspadaan, sehingga urusan mereka semakin sulit terbongkar, akan berbeda jika mereka berangkat secara bergerombol. Keberangkatan mereka satu persatu tidak mengundang kecurigaan jika tiba-tiba ada orang yang melihat mereka. Karena bisa saja ia disangka sedang ingin buang hajat atau urusan lain yang semisal. Adapun jika berangkat secara bersama-sama, maka itu akan menimbulkan kecurigaan, apalagi jika dilakukan di waktu semalam itu. Akibat selanjutnya, mereka akan diawasi dan dibuntuti, ini bisa membuat Baiat terbongkar.
Adapun perintah Rosul n agar tidak membangunkan orang yang tidur atau menunggu siapa yang belum datang, maka pertimbangannya karena membangunkan orang yang tidur bisa membuat orang-orang musyrik itu ikut terbangun, di sisi lain perintah ini membuat setiap Muslim untuk selalu siap, sehingga masing-masing mereka berusaha agar jangan sampai tidur menghampiri matanya karena takut akan kehilangan keutamaan Baiat tersebut. Hal seperti ini juga terkandung dalam perintah beliau untuk tidak menunggu siapa yang belum hadir, perintah ini membuat semua kaum Anshor tidak menghilang atau pergi jauh pada waktu yang disepakati tiba.
Sungguh perintah Nabawi ini meninggalkan pengaruh yang begitu nampak, di mana akhirnya semua anggota Baiat bisa datang di waktu dan tempat yang telah ditentukan, tanpa ada yang absen satu pun.
Langkah Yang Aman Ketika Datang Kondisi Genting:
Tatkala setan berteriak keras dari puncak bukit Aqobah: “Hai penduduk kampung, tidakkah kalian bangkit menghadapi orang tercela bersama para pemuda yang mengelilinginya yang berkumpul untuk memerangi kalian?” ketika itu pula Rosululloh n memerintahkan kaum Anshor agar pergi dan kembali ke kendaraan-kendaraan mereka.
Perintah untuk pergi yang segera dilakukan setelah terdengar suara setan yang memberitahukan perkumpulan tersebut termasuk sebuah langkah keamanan yang sesuai dengan situasi yang melingkupi kejadian. Sebab, kaum Quraisy pasti akan langsung melakukan mobilisasi total begitu mendengar suara itu, dan bisa saja mereka akan menyisir seluruh wilayah tersebut untuk memastikan kebenaran berita ini. Maka agar Rosul n bisa melenyapkan kesempatan orang-orang Quraisy, beliau memerintahkan para sahabatnya untuk pergi. Maka mereka pun pergi menuju kendaraan-kendaraan mereka dan pagi harinya mereka sudah berada di tengah-tengah kaumnya.
Peran setan ketika itu yang paling mirip dilakukan setan manusia zaman sekarang yang menjual dirinya kepada setan jin demi menjatuhkan kaum Muslimin dan dai-dai Islam adalah: tindakan menyenangkan musuh-musuh Islam dengan menyematkan julukan-julukan radikalis, fundamentalis, dan istilah-istilah setan lainnya, yang bertujuan untuk memutus gerakan perjuangan dakwah.
“Kepekaan Intelejent” Pada Diri Sebagian Peserta Baiat Aqobah:
Kepekaan intelejent itu terlihat pada diri Abbas bin Ubadah bin Nadhlah Al-Anshori dan As‘ad bin Zaroroh ketika keduanya mempertegas akan resiko Baiat ini kepada kaumnya. Abbas bin Ubadah berkata: “Sungguh kalian telah berbaiat (menyatakan sumpah setia) untuk menghadapi gempuran perang dari kaum berkulit merah dan hitam. Jika kalian merasa jika ketika harta kalian habis dan para tokoh kalian terbunuh itu sebagai musibah lalu kalian menyerahkan orang ini kepada musuh, maka sebaiknya kalian lakukan sekarang.” Mereka menjawab; “Kami mengambil janji tersebut meskipun kami tertimpa musibah harta dan terbunuhnya para tokoh.”
Sedangkan As‘ad berkata sesaat sebelum diberlangsungkannya Baiat: “Tunggu sebentar wahai penduduk Yatsrib…mengeluarkan orang ini dari negerinya pada hari ini berarti adalah memisahkan diri dari semua bangsa Arab, orang-orang terbaik kalian akan terbunuh dan kalian akan digigit oleh pedang-pedang. Maka jika kalian sabar menanggung semua itu, ambillah baiat tersebut. Dan jika kalian mengkhawatirkan diri kalian, maka tinggalkanlah ia.”
Pernyataan di atas menunjukkan pertimbangan Abbas dan As‘ad dalam masalah kehati-hatian di dalam urusan Dakwah dan pemimpinnya. Mereka berdua terlebih dahulu ingin mempertegas bahwa urusan ini sangat beresiko, dengan menampakkan akibat dan konsekwensi yang akan mereka terima dari baiat ini, supaya orang-orang yang ikut serta dalam baiat ini sadar sepenuhnya tentang apa yang bakal mereka alami, sehingga nanti mereka tidak kaget lalu meninggalkan Rosululloh n. Karena jika itu terjadi, maka tak bisa dibayangkan apa yang bakal menimpa dakwah Islam dan pemimpinnya. Untuk menghindari semua ini, mereka sangat serius dalam mempertegas kesiapan kaumnya untuk berkorban di jalan Alloh.

1 komentar: