Minggu, 25 Oktober 2009

AL HAROKAH AL ISLAMIYAH


I. RUNTUHNYA KHILAFAH ISLAMIYAH DAN UPAYA PENEGAKANNYA
A. Sejarah Runtuhnya Khilafah Islamiyyah
Sesungguhnya keberadaan Harokah Islamiyyah, Daulah, Khilafah dan keberadaan Kitabullah serta Sunnah yang menuntun dan menerangi umat manusia adalah sangat penting sebagaimana pentingnya arti makanan, minuman dan udara bagi manusia itu sendiri. Tak mungkin seseorang dapat hidup dengan sempurna keislamannya bila tidak berada dalam naungan pemerintahan Islam (Khilafah Islamiyyah)
Sejak dulu hingga kini fokus kaum kafir yang pertama adalah berupaya meruntuhkan Khilafah Islamiyah, mereka sadar bahwa keberadaan Khhilafah bagi kaum muslimin ibarat menera api yang memberikan lentera penerang di malam yang gelap gulita.
Sejarah mencatat bahwa setelah Imperealis Inggris mencaplok kota Cairo dan Beirut serta menguasai kota tersebut pada tahun 1882 M, Cairo dan Beirut di jadikannya sebagai markas persengkongkolan tangan-tangan jahat untuk menghancurkan Daulah Utsmaniyah Turki.
Puncak persekongkolan mereka adalah munculnya tokoh sekuler semacam Musthofa Kamal yang berhasil menjadi orang terkuat di Turki dimana pada tahun 1922 Musthofa Kamal dan mentri Luar Negeri Inggris saat itu ( Corazon) mengadakan perundingan yang menghasilkan 4 point (persyaratan) :
1. Meruntuhkan atau menjatuhkan Khilafah.
2. Menumpas upaya apapun yang hendak mengembalikan sistem Khilafah.
3. Memerangi syiar-syiar Islam .
4. Mengambil undang-undang Eropa sebagai ganti bagi undang-undang Negara Turki yang berdasarkan hukum Islam.
Sebagai konsekwensi perundingan di atas, Musthofa Kamal melarang HIJAB bagi para wanita, memerangi syi’ar-syi’ar Islam, melarang penulisan-penulisan Al qur’an dengan bahasa Arab, memerintahkan imam-imam masjid mengimami sholat dengan bahasa Turki, melarang haji, melarang sholat berjama’ah bagi pegawai pemerintah, bahkan memerintahkan satuan-satuan polisi untuk merazia wanita-wanita yang mengenakan hijab lebih dari itu mereka diberi wewenang untuk merobek-robek pakaian para wanita muslimah di pasar-pasar dan di tempat-tempat umum lainnya.
Perbuatan jahat Musthofa Kamal terus berlanjut hingga Allah membinasakannya pada tahun 1938. bahkan kesombongan dan kebangaan Musthofa Kamal terhadap dirinya benar-benar telah mencapai klimaksnya, sehingga pada saat akhir hidupnya Musthofa Kamal sempat mengepalkan tangannya ke langit mengancam Robul ‘Alamin.
Para sejarawan mencatat bahwa Khilafah Islamiyyah terakhir yang ada di Turki dengan Khilafah Utsmaniyahnya jatuh ada tahun 1924.
Sebagai upaya penegakan khilafah Islamiyyah Syeikh Abdullah Azzam berkata : “Daulah Islamiyah (Khilafah Islamiyyah) dan hukum Islam tidak akan tegak kecuali dengan Jihad dan Jihad bisa ditegakkan jika ada Harokah Islamiyyah yang mendidik para pengikutnya dengan tarbiyyah atau pendidikan Islam. [Runtuhnya Khilafah Dan Upaya Penegakannya, hal. 171]
II. PENGERTIAN HAROKAH ISLAMIYAH

1. Secara bahasa
Berasal dari kata : "......" lawan dari :"........." [ Lisanul Arob : 1/410]
Dan Alharokah adalah lawan kata dari diam (Mandeg)
Artinya : “Garis perjalanan yang jelas baik aqidah, syari’ah maupun tarbiyyah dan khitthoh seta langkah-langkhanya di dalam beramal dengan teliti dalam marhalah-marhalah yang beraneka ragam. Dengan media yang selalu baru sesuai dengan realitas manusia dalam segalal keadaan dan aspeknya.[ Harokatul Ba’ts Al Islamy, hal. 48]
III. MASYRU’IYYAH HAROKAH ISLAMIYYAH
1. Firman Allah SWT. dalam surat Al Fath : 8-9 : “Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rosul-Nya, menguatkan agama-Nya, membesarkannya. Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.”
2. Firman Allah dalam surat Ar Ro’du : 11 :“ Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
3. Firman Allah dalam surat Ali Imron : 103 : “Dan perpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai…”
4. Sabda Rosulullah SAW ::“Dan aku perintahkan kepada kalian dengan 5 perkara sebagaimana Allah memerintahkan kepadaku dengan 5 perkara itu pula : berjamaah, mendengar, taat, hijroh dan jihad fi sabilillah.” (H.R. Ahmad)
IV. URGENSI HAROKAH ISLAMIYYAH
Pudarnya ikatan umat Islam semenjak jatuhnya Khilafah Islamiyyah pada tahun 1924, ummat Islam ibarat itik yang kehilangan induknya, tidak ada naungan lagi bagi kelestarian syariat islamiyyah di muka bumi ini. Sejak saat itulah wajah dunia Islam tampak suram, dimana-mana terjadi kerusakan, fitnah dan ghurbah, Islam kembali kepada keasingan sebagaimana asalnya. Rosulullah bersabda : Artinya : “Islam datang dengan keasingan, dan ia akan kembali asing sebagaimana awal kedatangannya. Maka beruntunglah bagi orang-orang asing yang berlaku baik tatkala manusia berbuat kerusakan.”
Juga disebutkan dalam hadits riwayat Abdullah bin Amru : Artinya : “Ambillah apa yang kamu ketahui dan tinggalkan apa yang kamu ingkari serta jagalah dirimu khususnya dan tinggalkan urusannya orang-orang awwam.”
Runtuhnya institusi Khilafah sebagaimana pengawal sekaligus pengayom konstitusi syariat islamiyyah menjadi faktor utama bagi merebaknya kerusakan dan fitnah di tengah ummat manusia, dimana fitnah besar yang menimpa umat saat ini adalah fitnah Syubuhat dan Fitnah Syahwat.
Ibnu Qoyyim berkata : ”Pangkal segala fitnah semata-mata adalah terletak pada mendahulukan ro’yu dari pada syariah dan hawa nafsu dari pada akal. Yang pertama adalah pangkal fitnah Syuhbat dan yang kedua adalah pangkal Fitnah Syahwat.” [ Ighotsatul Lahfan : 2/167]
Kerusakan dan fitnah ini akan terus berkembang dan tak berkesudahan kecuali dengan tegaknya kembali Khilafah Islamiyah yang mampu mengaplikasikan Tahkiemus Syariah atau Iqomatuddin secara sempurna sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam surat As Syuro : 13 : “Dan Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepada kamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya….”
Iqomatuddin sebagaimana yang disyariatkan oleh Allah SWT. kepada para Nabi dan rosul-Nya juga kepada seluruh umat-Nya ini tidak mungkin dilaksanakan kecuali dengan berjama’ah. Allah berfirman dalam surat Ali Imron : 103 :“… dan janganlah kamu bercerai berai…”
Ibnu Mas’ud berkata : “Bahwa yang dimaksud dari ayat tersebut adalah Aljama’ah.”
Ibnul Mubarok rahimahullah berkata : “Sesungguhnya jama’ah adalah “Hablullah” (tali Allah), maka berpegang teguhlah terhadapnya dengan ikatan yang kuat bagi siapa saja yang telah memeluk Islam sebagai dien.” [ Tafsir al Jami’ Li Ahkamil Qur’an : 4/158]
Oleh sebab itu jika melihat keadaan umat manusia yang telah rusak pada hari ini maka tidak ada jalan keluar kecuali dengan membentuk jama’ah Islamiyyah yang memerintahkan kemakrufan dan melarang dari kemunkaran serta dapat memikul beban-beban dakwah ilallah ‘azza wa jalla. Allah berfirman dalam surat Ali Imron : 104 :
Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”
Disamping itu bahwa mengembalikan tegaknya hukum Allah dalam kerangka amal jama’i merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim, sebagaina dikatakan oleh DR. Shodiq Amin dalam kitab Ad Dakwah Al Islamiyyah, Faridloh Syar’ioyyah wa Dloruroh Basyariyah, hal. 30 : Artinya : “Untuk ini maka beramal dalam suatu jama’ah untuk mengembalikan hukum Allah di muka bumi ini merupakan amalan fardhu yang lazim bagi sertiap muslim, karena sebagian besar dari takalif (beban-beban) dien ini adalah dengan cara berjama’ah, dan seorang muslim tidak akan mampu memelihara dien-nya seperti yang diingini Allah kecuali dalam sebuah mujtama’ atau masyarakat muslim.
Dalam sebuah kaidah ushul fiqh disebutkan : “Sesuatu yang tidak dapat mewujudkan suatu kewajiban kecuali dengan sesuatu yang lain maka sesuatu yang lain itu wajib adanya.”
Maka mengupayakan kembali tegaknya Khilafah dan Imamah di persada bumi ini merupakan kewajiban dan pekerjaan semata –mata demi tegaknya Khilafah dan Imamah juga merupakan kewajiban. [Lihat Ad Dakwah Al Islamiyyah. Hal. 30]
Untuk itu keberadaan harokah Jama’atul Jihad [ Jama’atul Jihad yang dimaksud adalah bukan jama’ah yang hanya memanggul senjata.] Namun lebih dari itu ia adalah jama’atut tajdid (Gerakan Reformasi) yang berupaya mengembalikan wajah dunia Islam seperti kondisi awalnya (lihat Al Jihad Wal Ijtihad, hal. 95 )
di tengah-tengah kehidupan kaum muslimin merupakan hal yang wajib, sehingga mereka dapat ber-indlimam (bergabung) dengan jama’at islamiyyah yang ada agar bisa melaksanakan amalan jihad. Sebagaimana dikatakan oleh Umar bin Mahmud Abu Umar [Al Jihad wal Ijtihad, hal. 93]
Artinya : “Bahkan ia merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Artinya seorang muslim wajib melaksanakan amalan jihady baik berupa seruan kepada jihad atau persiapan untuknya maupun mengamalakannya.”
Dan jihad tersebut hanya bisa dilakukan dengan cara berjama’ah. Oleh karena itu Aljama’ah merupakan Al Lubnatul Ula (Pilar Utama) bagi seluruh pekerjaan atau urusan. Dengan berjama’ah harokatul Jihad mempunyai kewajiban untuk mengembalikan ikatan kaum muslimin yang telah pudar yaitu Daulatul Khilafah yang telah sirna dari semenjak runtuhnya Khilafah Islamiyyah.
E. PERKEMBANGAN HAROKAH ISLAMIYYAH
1. Munculnya ide Pan Islamisme./Duwailat Islamiyah.
Tampilnya Jamaluddin Al Afghony dengan Pan Islamisme yang diserukannya, sesungguhnya merupakan upaya untuk mereformasi kondisi kekholifahan Utsmaniyah yang rapuh dari dalam. Jadi tidak dimaksudkan untuk meruntuhkan khilafah dan menggantinya dengan negara-negara kebangsaan yang terpisah. . [ Analisa Runtuhnya Daulah-daulah Islamiyah, DR. Abdul Halim Uwais, juga Seratus Muslim Terkemuka, Jamil Ahmad.]
2. Runtuhnya khilafah Utsmaniyah setelah menjalankan peran besar selama lima abad.
Hirarki daulah yang efisien pada masa jayanya menjadi beban yang merupakan titik kelemahan ketika masa surut. Ada beberapa sebab penting yang meruntuhkan khilafah Utsmaniyah, di antaranya :
a) Sultan dan keluarganya terjerumus dalam kubangan kemewahan duniawi.
b) Aparatur negara tidak efisien dan korupsi merajalela pada tiap hirarki kepemimpinan.
c) Menyusupnya berbagai faham yang merusak aqidah, pemikiran, dan kehidupan politik serta pemerintahan, sehingga lemahlah sendi-sendi khilafah.
Propaganda nasionalisme dari Yahudi (Dunama , Freemasonry dll) dengan menggunakan mulut-mulut orang Islam seperti Musthofa Kamal, Kholidah Adib dan sebagainya, sehingga melahirkan gerakan pemisahan dari berbagai wilayah Utsmaniyah (misalnya, Mesir oleh muhammad Ali Pasha, Hijaz oleh Syarif Husain.) akibatnya khilafah Utsmaniyah sibuk mengurusi persoalan dalam negeri sementara itu konspirasi salib Eropa terus melaju menata diri dengan renaissance-nya. [Analisa Runtuhnya Daulah Islam, DR. Abdul Halim Uwais.]
3. Refleksi ide Pan Islamisme dalam gerakan umat Islam.
Khilafah Utsmaniyah yang terkena hukum sejarah tidak dapat diselamatkan lagi. seruan Pan Islam tidak sebanding dengan paduan dari penyakit dalam serta serangan dari luar yang menimpa khilafah. Tetapi seruan tersebut telah mengilhami bangkitnya kesadaran umat dari berbagai belahan bumi, untuk kemudian menyulut kebangkitan melawan dominasi barat yang dipaksakan. Serangkaian gerakan yang muncul hampir bersamaan dengan Pan Islamisme maupun yang muncul sesudahnya antara lain :
a) Gerakan Al Mahdi di Sudan yang dipimpin oleh Imam Muhammad Ahmad bin Abdulloh tahun 1294 H.
b) Ikhwanul Muslimin di Mesir dipimpin oleh Asy Syahid Hasan Al Banna tahun 1924 M.
c) Jama’ah An Nur di Turki yanag dipimpin oleh Syeikh Sa’id An Nursi tahun 1925 M.
d) Jamaah Islamiyah di India dan Pakistan dipimpin oleh Abul A’la Al Maududi tahun 1941 M.
e) Darul Islam di Indonesia dipimpin oleh Al Mujahid Sekarmaaji Marijan Kartosuwirya tahun 1949 M.
Hizbut Tahrir Al Islami di Palestina dipimpin oleh Syeiklh Taqiyuddin An Nabhani tahun 1952 M[ Harokatul Ba’ts Al Islami, hal 115-291]
4. Jamaatul Muslimin dan Jamaatu min ba’dlil muslimin.
Kondisi umat Islam pasca perang dunia kedua tercabik-cabik dalam berbagai negara nasionalis yang terpisah satu dengan yang lain. Mewarisi peninggalan penjajah salib Eropa. Jamaatul muslimin merupakan sasaran ideal yang dituju oleh setiap gerakan umat Islam, tetapi pencapaiannya melalui tahapan-tahapan. Umat Islam di setiap bagian bumi bertanggung jawab untuk menegakkan daulah Islamiyah sambil terus mengadakan komunikasi dan koordinasi dengan umat Islam di belahan bumi yang lain, sehingga (daulah-daulah Islamiyah) itu akan menjadi embrio tercapainya sasaran ideal yaitu jamaatul muslimin yang meliputi seluruh dunia. [ At Thoriq ila Jamaatul Muslimin]
5. Percobaan penerapan pola baru dalam mencapai khilafah Islamiyah.
Kemudian muncul tipe baru gerakan umat Islam yang mentargetkan pencapaian sasaran ideal “Jamaatul Muslimin” dalam satu tahap, tanpa melalui tahapan-tahapan yang mendahului untuk sampainya pada sasaran itu. Gerakan ini sebenarnya lebih merupakan “Nasrul Fikroh” daripada gerakan dalam pengertian yang sebenarnya. Dari segi ini tidak ada masalah, hanya saja persoalannya apabila konsep ini di bawa kepada kenyataan operasional di bumi gerakan, akan berhadapan dengan kondisi pergerakan umat Islam satu dengan yang lain ternyata tingkatannya amat beragam. Di bagian bumi tertentu umat Islam disibukkan dengan dakwah dan tarbiyah untuk membangkitkan kesadaran umat terhedap sebab-sebab kemuliaaannya, sementara di bagian bumi yang lain umat Islam di hadapkan pada satu-satunya alternatif yatitu jihad qitali, jika tidak ingin terbantai secara hina. Kenyataan ini tidak memungkinkan untuk dunia Islam (pada tingkat permulaan) berdiri dalam satu barisan dengan tahapan yang disama ratakan. Ditinjau dari segi ini konsepsi ini sebagai (bukan sebagai fikroh) dapat dikatakan hampir mustahil.
VI. PENTINGNYA SYAKHSHIYYAH MUJAHID DALAM JAMA’AH
1. Komponen mutlak jamaah.
Ditinjau dari pengertian aslinya yang menunjuk kepada pengertian kumpulan sesuatu (lihat al jamaah wal imamah), berarti keberadaan syahsiyah dalam jamaah sebagaimana sel dalam tubuh. Sel merupakan komponen mutlak pembentuk tubuh, apa yang dinamakan tubuh itu sendiri tidak akan ada, tanpa adanya sel. Dengan demikian adanya syahsiyatul mujahid merupakan keharusan dan komponen mutlak pembentuk jasad jamaah.
2. Penentu kualitas dan stabilitas gerak jamaah.
Kualitas syahsiyah mujahid akan amat menentukan cepat dan lambatnya gerak jamaah. Jika syahsiyah yang tergabung terdiri dari mujahid-mujahid yang ikhlas, bertaqorub kepada Alloh swt dan sungguh-sungguh bermujahadah, maka keberadaannya akan segera mengundang pertolongan Alloh swt. Alloh swt berfirman : “Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada duapuluh orang yang sabar di antara kamu niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar di antara kamu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu adalah kaum yang tidak mengerti. Sekarang Alloh telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui behwa pada dirimu ada kelemahan. Maka jika ada di antaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang. dan jika di antaramu ada seribu orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan duaribu orang dengan izin Alloh. Dan Alloh beserta orang-orang yang sabar.” (Al Anfal 65-66)
Rosululloh saw pernah berdo’a : “Ya Alloh, menangkanlah Islam melalui salah seorang di antara dua orang yaitu, Umar bin Khoththob atau Umar bin Hisyam.”
VII. BAHAYA KEPASIFAN SYAKHSHIYYAH DALAM HAROKAH
1. Sel yang mati dalam jasad yang hidup.
Anggota jamaah yang pasif dari program jamaah baik yang bersifat umum maupun khusus, keberadaannya seperti kayu lapuk yang bersandar pada sesuatu, sehingga manakala sandaran itu hilang robohlah kayu tersebut.
“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka, mereka seakan-akan kayu yang bersandar.” (Al Munafiqun : 4)
2. Unsur penyebar pesimisme umum
Adanya manusia pasif dalam jamaah akan berakibat mempengaruhi yang lain. Diamnya seseorang dalam sekelompok orang yang sedang aktif bergerak, akan menarik perhatian bagi orang lain. Jika orang lain tadi ternyata juga mengidap penyakit laten yang sama maka akan semakin berambah jumlah orang yang bertipe seperti itu. Apa lagi jika “orang” atau “orang-orang” tersebut menyebarkan berbagai hal yang melemahkan semangat, akibatnya bisa muncul pesimisme umum yang ada gilirannya akan melambankan bahkan menghentikan gerak jamaah. (na’udzubillah min dzalik).
Alloh swt telah mengingatkan : “Dan sesungguhnya di antara kamu ada orang yang sangat berlambat-lambat ke medan pertempuran, maka jika kamu ditimpa musibah ia berkata : “Sesungguhnya Rabb-ku telah menganugerahkan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama mereka.” (An Nisaa :72)
3. Bagian rawan fitnah
Mujahid yang mengalami fatroh (pasif berhenti dari aktivitas) meninggalkan membina diri apalagi membina umat, pada saat tertimpa ujian baik ujian yang mengenai diri pribadinya maupun ujian umum yang menimpa jamaah, dirinya merupakan titik lemah yang paling rawan untuk bertahan, sehingga harus dikhawatirkan bahwa fitnah itu akan menjalar melibatkan orang lain. Selain yang telah tersebut di atas, Alloh swt menyebutkan : Artinya : “Apabila ia ditimpa musibah ia berkeluh kesah dan apabila mendapatkan kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang tetap mengerjakan sholatnya….(Al Ma’arij 20-23)
Artinya : “Yaitu orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hari orang mukmin) maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Alloh mereka berkata : “Bukankah kami (turut berperang) bersama kamu dan jika orang-orang kafir mendapat kemenangan mereka berkata “bukankah kami turut memenangkanmu dan membela kamu dari orang-orang yang beriman, maka Alloh akan memberikan keputusan di antara kamu di hari qiyamat dan Alloh sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang yang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (An Nisaa 142)
4. Afatun fil Harokah
Perjalanan harokah sering menghadapi berbagai kendala yang mengganggu bahkan menghentikan gerak harokah. Berbagai hal itu mungkin berupa benturan yang mengerikan sehingga membuat trauma, mungkin juga berupa penyakit hati yang merambat amat samar di dalam dada, di antaranya isti’jal, merasa puas dengan amal yang telah dilaksanakan, riya’, takabur, juu’iyah, dan lain-lain. [ lihat afatun ‘alat Thoriq]
VIII. SYAKHSIAH SEORANG MUHARRIK
Seorang Muharrik adalah juga seorang da’i. Ia berkewajiban untuk menyeru manusia dari jalan yang salah menuju jalan yang lurus, membimbing umat manusia, sebagai pelita dan penerang menuju jalan yang diridloi-Nya.
Kaitannya dengan sifat dan karakter yang harus dimiliki oleh seorang muharrik atau da’i, Sa’id bin Ali Al Qohthony di dalam kitabnya “Al Hikmah Fid Dakwah Ilallah” menyebutkan sebagai berikut :
1. Al Amanah ( Sangat kuat memegang amanah, janji dan rahasia)
Firman Allah SWT surat A Nisa’ : 58 : “Sesunguhnya Allah menyuruh kamu mengembalikan amanah kepada yang berhak menerimanya.”
Firman Allah dalam surat An Nahl : 91 : “Tepatilah janji Allah jika kamu telah berjanji dan janganlah menyalahi sumpah yang telah kau ikat. Padahal kalian telah menjadikan Allah sebagai jaminan. Sesungguhnya Allah mengetahi apa yang kamu perbuat.”
Firman Allah dalam surat Al Isro’ : 34 : “Dan tepatilah janji, karena janji itu akan diminta pertanggungjawabannya.”
Sabda Rosulullah : “Tidaklah iman bagi orang yang tidak dapat diamanati dan tidak ada dien bagi orang yang tidak menepat janji.” (H.R. Ahmad)
2. Al Istiqomah
“Sesunguhnya orang-orang yang mengatakan Robb kami adalah Allah kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati, dan bergembiralah kamu dengan memperoleh jannah yang telah dijanjikan oleh Allah kepada kamu.”( Fushshilat : 30 )
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang banar sebagaimana diperintahkan kepadamu dan juga orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”(Hud : 112)
Di dalam kitab Madarijus Salikin, Al ‘Allamah Ibnul Qoyyim menulis sebuah riwayat bahwa ketika sahabat Abu Bakar ditanya apakah istiqomah itu ? Beliau menjawab : “Istiqomah adalah, hendaknya engkau tidak berbuat syirik kepada Allah.”
Sahabat Utsman bin Affan berkata :“Istiqomah adalah hendaknya kalian mengikhlaskan amal hanya karena Allah.”
Imam Ali bin Abi Tholib berkata : “Istiqomah adalah hendaknya kamu menunaikan kewajiban-kewajibanmu.”
Imam Al Hasan Al Bashri berkata :“Istiqomah adalah hendaknya kalian beristiqomah terhadap perintah-perintah Allah, mentaati perintah-perintahnya dan hendaknya kalian menjauhi untuk mermaksiat kepada-Nya.”
3. Shobar
Imam Ahmad mengatakan bahwa kata Sabar dimuat di dalam Al Qur’an sebanyak 90 tempat. Di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Surat Al Baqoroh : 45 : “Dan jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolong.”
b. Surat Ali Imron : 200 : “Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu.”
c. An Nahl : 127 :: “Bersabarlah hai Muhammad dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah .”
d. Ghofir : 35 : “Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari para rosul.”
Rosulullah bersabda : “Barang siapa yang bersabar, maka akan menambah kesabarannya.” ( HR. Bukhory)
4. Memiliki Loyaliltas yang tinggi
Maknanya adalah memiliki loyalitas yang kuat terhadap Allah dan orang-orang yang beriman yang menjadi pemimpin (Ulil Amri) di antara kita.
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rosul (Nya) dan Ulil Amri di antara kalian.” (An Nisa’ : 59)
5. Memiliki integritas (Pembelaan dan Pengorbanan) yang tinggi
Seorang muharik sudah seharusnya mempunyai integritas yang tinggi sebagai wujud pengorbanan dan pembelaan terhadap dien-Nya. Oleh karenanya seorang muharik hendaknya menyadari bahwa tidak ada kemuliaan dalam hidupnya kecuali untuk iqomatuddin.
6. Mengakui kebenaran dari manapun datangnya
Satu hal yang mesti disadari oleh seorang muharik, bahwa kebenaran itu hanya milik Allah.
“Kebenaran itu adalah dari Robb-mu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.”( surat Al Baqoroh : 147 )
Oleh karenanya bila seseorang atau sekelompok orang telah terjebak dalam sikap dan rasa bahwa kebenaran itu adalah satu-satunya milik mereka, maka pada saat itu mereka telah melampaui batas dan menandingi wewenang Allah.
7. Memiliki wawasan harokah yang luas
Seorang muharik disyaratkan untuk memiliki wawasan yang luas dan selalu berusaha untuk menambah keluasan wawasannya sehingga dengannya kita tidak mengambil keputusan-keputusan yang keliru dan langkah-langkah yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara syar’i.
8. Memiliki jiwa tasamuh
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang diperolok-olokkan lebih baik dari pada yang mengolok-olokkan. Dan janganlah pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita-wanita (yang mem[perolok-olokkan). Dan janganlah kamu mencerca dirimu sendiri, dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk, seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman. Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzolim.” ( Al Hujurot : 11)
9. Memiliki jiwa sebagai
a) Pelindung umat
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Alloh dan membela orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa “Ya Rab kami keluarkanlah kami dari negeri ini (Makkah) yang dholim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.” (An Nisaa 75)
b) Pembimbing umat
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (As Sajdah 24)
“Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah” (Al Anbiya’:73)
c. Pemersatu umat.
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (din) Alloh, dan janganlah kamu bercerai berai”(Ali Imron:103).
d. Sebagai qoidah sholabah.
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk islam) diantara orang-orang Muhajirin ,Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alloh ridho kepada mereka dan merekapun ridho kepada Alloh dan Alloh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya selamanya .Itulah kemenangan yang besar”(At Taubah:100)
“Hai orang-orang yang beriman jadilah kamu penolong (din) Alloh sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan dien) Alloh ? Pengikut-pengikut yang setia itu berkata “Kami penolong-penolong dien Alloh” lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan yang lain kafir, maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka lalu mereka menjadi orang-orang yang menang.” (As Shof 14)
“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan yang banyak dengan izin Alloh dan Alloh beserta orang-orang yang sabar.” (Al Baqoroh : 249)
e. Sebagai Penggerak Umat
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Alloh….” (Ali Imron 110)
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imron 104)
10. Memiliki kreativitas yang tinggi.
Ketika Rasululloh saw mengutus Mu’ad bin Jabal, beliau menguji kemampuannya dalam memutuskan perkara : “Bagaimana engkau memutuskan perkara jika dihadapkan suatu masalah kepadamu ?” Ia menjawab : ‘Aku memutuskan perkara dengan kitab Alloh swt, jika tidak ada dalam kitab Alloh ? dengan sunnah rasul. Jika tidak kamu dapati dalam sunnahnya ? aku akan berijtihad dalam fikiranku. Maka rasul saw menepuk dadanya sambil bersabda “segala puji bagi Alloh yang telah memberi taufik kepada utusannya rasululloh karena rasululloh ridlo dengan apa yang diucapkan oleh Muad bin Jabal. (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Seorang mujahid dituntut mempunyai wawasan dan kreatifitas dan mengambila langkah pada saat diperlukan dan mampu mengambil keputusan pada saat yuang mendesak di mana tidak mungkin lagi meminta pendapat pimpinannya. Sebagai syarat minimalnya seorang mujahid harus memahami secara global ruh dan arah syariat sehingga kesimpulan dan langkah yang diambilnya tidak menyalahi syariat.
IX. FIQH IKHTILAF DALAM HAROKAH
Fiqh memiliki makna : “faham terhadap sesuatu”.
Ibnu Faris berkata : “Bahwa setiap pengetahuan terhadap sesutu hal disebut fiqh. Dan fiqh ini dalam dunia syariat merupakan ilmu khusus.”: [ Mishbahul Munir, hal. 1/182]
Ikhtilaf berarti kebalikan dari “Ittifaq”
Maksud ikhtilaf atau mukholafah di sini adalah : Perbedaan jalan yang ditempuh oleh masing-masing (golongan atau orang) dalan mengambil sikap maupun perkataan [Ibid, 1/179]
Menurut istilah, kata ikhtilaf ini terdapat pada ucapan yang dibangundi atas suatu dalil. [ Atsaru Ikhtilaf Al Fuqoha’ fi As Syari’ah, Ahmad bin Muhammad Umar Al Asfuri, hal. 8]
Kata “Ikhtilaf” berbeda dengan “Khilaf”. Setiap khilaf itu sudah pasti ikhtilaf dan tidak setiap ikhtilaf itu khilaf, telah dijelaskan perbedaan tersebut sebagamana termaktub dalam kitab “Atsaru Ikhtilafil Fuqoha’ fi Asy Syari’ah” :
1. Al Ikhtilaf : Jalan yang ditempuh boleh berbeda namun maksudnya satu
Al Khilaf : Jalan dan maksud keduanya berbeda
2. Al Ikhtilaf : bersandar pada dalil
Al Khilaf : Tidak bersandar pada daliil
3. Al Ikhtilaf : Atsarur rohmah (dampak dari rohmat)
Al Khilaf : dampak dari bid’ah
Selain itu al Khilaf biasanya terjadi dalam urusan yang tidak diperbolehkan berijtihad di dalamnya, yaitu perkara yang sudah jelas ada aturannya dalam Kitab, Sunnah dan Ijma’. [1] Lihat Al Kuliyyat Al Kafawi, hal. 61-62, cet. I Th. 1412 H
Al Khilaf mengandung pertentangn, perpecahan dan perbedaan yang hakiki, Sedangkan dalam Ikhtilaf terdapat “Taghoyyurul lafadz” (perubahan lafadz) yang bukan hakiki. Maka dalam permasalahan Khilafiyyah para ahlul ilmi sering mengucapkan “Ini urusan ikhtilaf” dan ini urusan Khilaf”.
Al Ikhtilaf bersifat lafdzy dan memungkinkan untuk dipersatukan dari dua hal yang berselisih, lain halnya dengan khilaf.
Istilah ikhtilaf disebut juga dengan ikhtilaf tanawu’. DR. Sholah Ash Showi berkata : “Ikhtilaf tanawu’ adalah setiap perkara yang bisa menjadi berbagai macam ragam di dalamnya dari perkataan-perkataan dan amalan yang disyariatkan, yang tidak ada pertentangan dan kontradiksi antara satu dengan yang lain dan tidak ada sesuatu daripadanya yang dipertentangkan dzatnya, karena adanya dalil yang mempersaksikan keshohihannya.
Dan ini sama kedudukannya dengan perbedaan macam (Syariat) yang dibawa oleh para nabi, sebagaimana firman Alloh swt : “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh (mencari keridloan Kami) benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (Al Ankabut : 69)
Dari sekilas pengertian tersebut di atas dapat terakumulasikan bahwa fiqih ikhtilaf adalah pemahaman yang mendalam tentang perbedaan atau perselisihan permasalahan syariat yang bersifat ijtihadi selama dalam koredor al Quran as sunnah dan ijma’.
Kaitannya fiqih ikhtilaf dengan dunia harokah di sini agar setiap kelompok atau jamaah amal islami memahami betul fiqih tersebut sebagai bingkai penyatu dan bagian yang menjadi milik bersama, di mana semua kelompok atau jama’ah bertemu dalam pijakan tersebut dan agar ia menjadi salah satu dasar landasan untuk menegakkan al wala’ dan al baro’ dalam hubungannya dengan personal-personalnya dan dalam hubungannya terhadap yang lain sekaligus menjaganya dari fitnah perpecahan dan perselisihan bagi kelompok-kelompok pergerakan islam.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah setelah membicarakan tentang kesatuan dien dan berbilangnya syariat di antara para nabi sholawatulloh wa salamuhu alaihim dan tentang wajibnya bersatu di dalam dien beliau berkata :“Pokok-pokok yang tetap dengan al kitab as sunnah dan ijma’ adalah seperti kedudukan dien yang dimiliki bersama oleh para nabi tak seorangpun yang keluar dari padanya dan barang siapa yang masuk ke dalamnya maka ia tergolong ahlul islam murni dan mereka adalah ahlusunnah wal jamaah. Adapun keragaman amal dan perkataan yang disyariatkan maka ia seperti keragaman (syariat)yang ada di kalangan para nabi. [ Majmu’ Fatawa, 19/117]
Sebagai kesimpulan dari penjelasan di atas diharapakan bagi seluruh harokah Islamiyah yang berupaya untuk menegakkan kembali syariat Islam di bumi ini, agar saling memahami karakter masing-masing pergerakan dalam amal Islami sehingga terjalin hubungan yang baik, disiplin ke dalam dan sikap tasamuh ke luar. Dalam mengupayakan terbenahinya tatanan masyarakat yang kondusif dan menyadari urgennya penegakan syariat Islam di bumi ini.
X. KESIMPULAN PENUTUP
Sebagai penutup dari pembahasan yang esensial tentang “Harokah Islamiyah” marilah kita simak apa yang dikatakan oleh Syekh Abdulloh Azam “Pada waktu khilafah jatuh tanggal 3 Maret 1924 M, seluruh blok Barat dan Timur bersepakat agar jangan sampai khilafah Islam berdiri lagi, maka dari itu jihad Islam harus dicegah, dikaburkan dan dilenyapkan.”
Demikianlah begitu dahsyatnya pemusuhan orang-orang kafir terhadap kaum muslimin. Oleh karenanya harokah Islamiyah dengan para muhariknya yang merupakan pilar bagi “izzul Islam wal muslimin”, semestinya menjadikan tegaknya khilafah Islamiyah di muka bumi sebagai agenda utama dalam perjuangannya. DR Abdulloh Azzam menambahkan “Sungguh daulah Islam dan hukum Islam sekali-kali tidak akan tegak kecuali dengan jihad dan jihad dapat tegak jika ada harokah Islam (para muharik) yang mendidik para pengikutnya dengan tarbiah yang benar.”
Referensi :
1. Majmu’ Fatawa
2. Al Kuliyyat Al Kafawi, cet. I Th. 1412 H
3. Mishbahul Munir
4. Atsaru Ikhtilaf Al Fuqoha’ fi As Syari’ah, Ahmad bin Muhammad Umar Al Asfuri
5. afatun ‘alat Thoriq
6. At Thoriq ila Jamaatul Muslimin
7. Analisa Runtuhnya Daulah-daulah Islamiyah, DR. Abdul Halim Uwais,
8. Seratus Muslim Terkemuka, Jamil Ahmad.
9. Harokatul Ba’ts Al Islami
10. Ad Dakwah Al Islamiyyah, Faridloh Syar’ioyyah wa Dloruroh Basyariyah,
11. Al Jihad wal Ijtihad, hal. 93
12. Ighotsatul Lahfan
13. Tafsir al Jami’ Li Ahkamil Qur’an
14. Mishbahul Munir
15. Runtuhnya Khilafah Dan Upaya Penegakannya,
16. lisanul arob

Tidak ada komentar:

Posting Komentar